Jalan Tol
Mengapa Kendaraan Kelebihan Beban dan Dimensi Dilarang Lewat Jalan Tol
Kendaraan kelebihan beban dan dimensi memberikan dampak negatif bagi pengguna jalan raya.
Penulis: Muhammad Azzam | Editor: AC Pinkan Ulaan
WARTA KOTA WIKI -- Mengapa beban muatan dan dimensi kendaraan pengangkut barang dibatasi, saat melintas di jalan raya?
Menurut Kepala Umum Bagian Sekretariat BPJT, Mahbullah Nurdin, kendaraan yang kelebihan beban dan dimensi, atau disebut ODOL (overload & overdimension) dalam istilah teknisnya, memberikan dampak negatif dalam segala hal.
Pertama, kendaraan yang kelebihan beban umumnya berjalan sangat lambat, sehingga memperlambat laju kendaraan lain, terutama di jalan tol.

Kedua, kendaraan berat dan besar meningkatkan risiko kecelakaan tabrak dari belakang.
Dan yan ketiga, kendaraan yang beratnya berlebih membuat jalan cepat rusak.
Kecelakaan 2020
Untuk dampak negatif kedua bisa dilihat dari data Jasa Marga.
Perusahaan BUMN pengelola jalan tol ini mencatat angka kecelakaan kendaraan non-golongan I (pengangkut barang), yang melintasi Jalan Tol Jakarta-Cikampek selama tahun 2020 (sampai Oktober), sebesar 18,23 persen.
Salah satu penyebabnya adalah kendaraan ODOL itu.
Demikian dikatakan General Manager Representative Office 1 Jasamarga Transjawa Tollroad, Widiyatmiko Nursejati, pada Selasa (15/12/2020).
Widiyatmiko menjelaskan, tingginya angka ini menjadi dasar digelarnya operasi penindakan pelanggaran muatan secara rutin dilakukan.
Biaya pemeliharaan membengkak
Kemudian, kendaraan ODOL juga berdampak terhadap membengkaknya biaya pemeliharaan jalan tol, yang merupakan dampak negatif ketiga.
Berdasarkan kajian Jasa Marga dan konsultan independen, tingginya frekuensi kendaraan ODOL di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada rentang tahun 2017-2018, telah menyebabkan kenaikan prognosa biaya pemeliharaan makro dalam periode tahun 2017–2022.
Kenaikannya mencapai 3,1 persen dibandingkan dengan kondisi normal (MST 10 ton), atau senilai Rp 349 miliar.
Biaya pemeliharaan preventif juga mengalami kenaikan sebesar 6,2 persen, atau senilai Rp 140 miliar.

Operasi ODOL
"Makanya operasi ODOL ini adalah agenda rutin dalam program Jasa Marga, yang dilakukan setiap bulan. Namun kali ini digelar dengan pola penindakan baru, yaitu dengan melakukan proses transfer muatan, dan penahanan perjalanan bagi kendaraan yang melanggar," kata Widiyatmiko.
Dia juga menjelaskan bahwa pelanggaran kendaraan ODOL di jalan tol masih cukup tinggi.
Pada tahun 2016 pelanggaran mencapai 61 persen, dan tahun 2017 sebesar 68 persen.
Pelanggaran pada 2018 seanyak 44 persen, tahun 2019 sebesar 39 persen, dan sampai dengan Maret 2020 sebesar 47 persen.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!