Sejarah
Kesenian Belanda Depok Tanjidor dan Keroncong Dipengaruhi Eropa dan Kampung Tugu
Pengaruh budaya lingkungan sekitar terlihat dari kehidupan sehari-hari, terutama seni budaya, pada masyarakat Depok yakni Belanda Depok.
Tuan Tanah Belanda Cornelis Chastelein membeli tanah seluas 1.244 hektare di Depok pada tahun 1696.
Cornelis Chastelein merupakan pensiunan akuntan di kantor dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Lalu, dia merekrut sekitar 200-an budak untuk menggarap lahannya menjadi ladang pertanian lada.
Ratusan budak itu dimerdekakan dan dibagi menjadi 12 keluarga atau marga yaitu Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh.
Sejak saat itu, praktis anggota 12 marga itu hidup dengan cara-cara Belanda, termasuk pemakaian bahasa Belanda dalam pergaulan sesama kaum Depok.
• Warisan Rumah Cimanggis untuk Awal Perkembangan Kota Modern di Indonesia
Dipengaruhi budaya luar
Pengaruh budaya lingkungan sekitar terlihat dari kehidupan sehari-hari, terutama seni budaya, pada masyarakat Depok, khususnya Belanda Depok.
Hal itu diungkapkan oleh Thabitha Loen (52)-- keturunan dari Marga Loen yakni cucu dari Rijklof Johannes Loen yang dokter dan tuan tanah di Depok pada akhir tahun 1890-an hingga awal 1900-an.
"Bentuk kesenian Depok tempo dulu yang terkenal adalah Tanjidor, yang peralatan utamanya adalah terompet, piston (semacam terompet besar), klarinet, tambur besar, dan simbal," ujar Thabitha Loen kepada Warta Kota Wiki, di Depok, Rabu (11/12/2019).
Dia menceritakan, kesenian tanjidor itu dulu dilakukan oleh para budak untuk menghibur tuannya.
Pertunjukan musik itu juga tampil saat perayaan pesta pernikahan untuk memberikan suasana megah dan semarak.
• 6 Bangunan Bersejarah Peninggalan Belanda di Depok
Pada tahun 1934, kata Thabitha Loen, ada beberapa kelompok Tanjidor cukup terkenal milik Heinjte Laurens, Oom Kwak, Gabon Laurens, dan Alfred Laurens.
Mereka sering mengisi acara perayaan di Depok.
Ada juga kelompok musik Tanjidor dari pinggiran Depok yang disebut Pitara, pimpinan Bapak Atjit.
Mereka meramaikan berbagai acara, seperti pernikahan dan khitanan di kampung-kampung.
Pada tahun 1900, berkembang pula kesenian musik keroncong, yang diadopsi oleh penduduk asli Depok dari masyarakat Tugu, Kampung Tugu, Semper Barat, Jakarta Utara.
"Sejarah kesenian keroncong di Depok berawal dari kedekatan hubungan masyarakat di sana dengan masyarakat gereja dan kesenian keroncong 'Toegoe'," tuturnya.
Kesenian musik lain yang pernah ada di Depok tempo doeloe adalah Hawaiian atau musik Lautan Teduh.
• Istilah Belanda Depok, Pujian atau Sindiran untuk Orang Depok Asli?
Kaum kolonial Belanda yang membawa, musik Hawaiian kemudian diadopsi di Depok sebagai bentuk hiburan kesenian.
Menurutnya, hal itu mencerminkan keadaan hubungan komunitas antara kaum "Belanda Depok" dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Halaman selanjutnya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!