Budaya
Sungai dan Jukung Andalan Orang Banjar
Alat transportasi umum digunakan masyarakat adalah perahu dengan menyusuri sungai mengunjungi rumah-rumah di tepian sungai.
Orang Banjar hidupnya tidak jauh dari sungai dan perahu atau jukung sebagai moda transportasinya.
Pola perkampungan orang Banjar adalah mengelompok padat di pinggir-pinggir sungai dekat dengan muara sungai.
Pengelompokan rumah pada umumnya di sekitar rawa-rawa.
Apabila jalan darat sudah ada, maka rumah-rumah tersebut menghadap ke arah jalan.
Rumah itu merupakan rumah panggung dan sebagian rumah dibangun di atas air.
Rumah jenis ini disebut rumah lanting, seperti tertulis dalam keterangan pada Pameran Perahu Tradisional Nusantara di Museum Kebaharian Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Alat transportasi umum digunakan masyarakat adalah perahu dengan menyusuri sungai mengunjungi rumah-rumah di tepian sungai.
• Kapal Pinisi, Ikon Perahu Nusantara
Sungai juga dipakai sebagai tempat bertemunya antara saudagar dan pembeli (pasar).
Kios dan kendaraan untuk berniaga adalah perahu.
Kios atau toko besar menggunakan perahu besar.
Sementara itu pembeli biasanya menggunakan sampan.
Aktivitas itu dapat dilihat pada pasar terapung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Suku bangsa Banjar ini pada dasarnya mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang layaknya suku bangsa Melayu di Kalimantan.
Orang Banjar menggunakan perahu sebagai sarana untuk perdagangan antar-daerah di pinggir sungai dan di pedalaman menggunakan perahu yang mereka buat sendiri.
Tempat pembuatan perahu banyak terdapat di sekitar aliran Sungai Barito.
Perahu ukuran besar yang dihasilkannya dikenal dengan nama jukung Barito.
• Ornamen Natal Gedung Putih Sepanjang Tahun 1981-1995
Membuat jukung
Pada saat Kalimantan masih berhutan lebat, orang Dayak dan orang Melayu-Banjar memanfaatkan kayu di hutan untuk membuat jukung.
Mengambil tempat di dalam hutan di kawasan Sungai Mangkutup dan Mutoi, di tempat itu terdapat pohon-pohon Dipterocarp (sejenis kayu meranti) setinggi 50-60 meter.
Kawasan itu berada sekitar 150-250 km dari laut.
Di hutan-hutan ini pula para pembuat jukung membuat perahu.
Halaman selanjutnya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!