Pascacovid 19
Virus Corona Tetap Ada Meski Vaksin Covid-19 Sudah Ditemukan
Para pakar epidemiologi mengingatkan bahwa virus corona masih akan ada di Bumi, meski vaksin Covid-19 sudah ditemukan.
Penulis: AC Pinkan Ulaan | Editor: AC Pinkan Ulaan
Pertanyaan banyak orang pada saat ini pasti sama, yakni "kapan sih pandemi Covid-19 ini akan berakhir?"
Maklum, masyarakat sudah jenuh harus di rumah saja, dan lelah dengan ketidak pastian.
Bahkan tak sedikit pula yang mengalami kesulitan ekonomi, karena pandemi ini membuatnya kehilangan pekerjaan.
Maka tak berlebihan jika mayoritas masyarakat dunia berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir. Bahkan harapan mereka virus corona lenyap selamanya dari Bumi.
Namun, apakah harapan itu akan menjadi kenyataan?
Kabar buruk
Pandemi Covid-19 besar kemungkinan bisa berakhir, tapi virus corona kecil kemungkinan hilang dari Bumi ini.
"Virus ini akan tetap ada. Pertanyaannya, bagaimana kita kita bisa selamat hidup bersamanya," kata Sarah Cobey, seorang epidemiolog dan pakar biologi evolusi di University of Chigaco, yang dikutip oleh Washington Post.
Dengan kata lain, kita memang harus hidup berdampingan dengan virus ini, sampai entah kapan sumber penyakit ini bisa dieradikasi.
Sebagaimana dilansir Washington Post, bahkan meski pun vaksin sudah ditemukan dan vaksinasi sudah dilakukan, virus corona besar kemungkinan masih akan tetap berada di Bumi, berkeliaran di antara manusia.
Memang masih ada kata mungkin dalan penyataan itu, sebab virus ini mendadak menghentak sehingga belum banyak penelitian mengenai si SARS-CoV-2 ini.
Karena itu, para pakar epidemiologi memilih memberitahu kemungkinan terburuk daripada memberi harapan palsu (PHP).
Dengan begitu masyarakat siap memasuki fase baru dari pandemi Covid-19 ini.
Harapan sistem imunitas
Meski pun disiapkan untuk masa depan suram, namun para ahli juga memberi tahu bahwa sebelum SARS-CoV-2 ini, manusia sebenarnya sudah pernah mengalami wabah virus corona sebanyak 4 kali. Setidaknya itu yang terjadi di Amerika Serikat.
Dari kasus virus corona sebelumnya, yang salah satunya menyebabkan penyakit pilek, para ahli di AS ini berharap tubuh manusia beradaptasi dan menjadi lebih imun.
Itu adalah harapannya, namun apa yang terjadi berikutnya masih belum bisa diketahui.
Menurut dr Siti Cahyani MSc SpPk, sistem imunitas tubuh manusia memang luar biasa karena mampu beradaptasi dengan virus.
"Tidak hanya terhadap virus flu atau flu burung, tetapi terhadap virus-virus yang lain. Tubuh yang terkena virus akan membentuk sistem kekebalan atau imunitas, kata dokter yang menjadi penanggung jawab laboratorium Rumah Sakit (RS) Keluarga Sehat di Pati, Jawa Tengah.
Hanya saja, apakah sistem itu akan berlaku juga di SARS-CoV-2 ini, Yani, begitu panggilan akrabnya, belum mengetahuinya secara pasti sebab semua masih dalam tahap penelitian.
"Masih diamati perkembangan pasien Covid-19 yang sudah sembuh, lalu mengalami infeksi sekunder (terkena untuk kedua kalinya)," katanya.
Dua antibodi
Imunitas dalam tubuh manusia, kata Yani, diproduksi oleh sel limfosit, di mana dalam situasi normala sekitar sepertiga sel darah putih manusia mengandung limfosit
Pada orang dewasa persentasenya 20-40 persen. Sementara pada bayi dan balita rentang persentasenya lebih besar lagi, yakni 20-70 persen (bayi) dan 20-50 persen (balita).
Ketika tubuh terpapar virus, limfosit membentuk dua antibodi, yaitu Immunoglobulin M (IgM) dan Immunoglobulin G (IgG).
IgM, lanjut Yani, muncul saat manusia mengalami fase akut dari penyakitnya. Sementara IgG muncul dalam fase pemulihan (convalescent) atau sakit yang bekelanjutan (kronik).
Kehadiran IgM ini biasanya sekitar 4-5 hari setelah terpapar virus. Sedangkan IgG membutuhkan waktu yang lebih lama untuk muncul.
"Khusus SARS-CoV-2, dari literasi yang saya baca, IgM Akan muncul setelah 6-7 hari pasca- terpapar virus. Sedangkan IgG mulai muncul di hari ke 10 sampai 14," kata Yani.
Masa tinggal IgM di dalam tubuh, lanjut Yani, juga bervariasi, yakni antara 40-42 hari.
Sementara IgG memiliki waktu lebih lama di dalam tubuh manusia, bisa sampai 49 atau 50 hari.
"Pembentukan Immunoglobulin itu tergantung dari jumlah sel limfosit, dan apakah pasien menderita penyakit immunocompromised (kelainan pada sistem imun) atau tidak," ujar Yani.

Infeksi sekunder
Setelah dua jenis antibodi itu bekerja dengan baik menghadapi virus, sistem pertahanan tubuh terbentuk untuk menghadapi jenis virus yang sama.
Begitu orang tersebut terpapar virus itu lagi, limfosit kembali mengeluarkan antibodi. Hanya saja di infeksi sekunder ini IgG dulu yang muncul untuk melawan penyakit.
Pada kondisi ini kemungkinan yang terjadi ada dua, yakni orang tersebut tidak jatuh sakit karena IgG berhasil mengalahkan penyakit.
Namun, jika IgG keteteran maka IgM datang membantu. Hanya saja, kehadiran IgM dibarengi dengan gejala seperti demam dan orang itu dikategorikan sakit.
"Saat ini masih diamati, apakah mekanisme yang terjadi di kasus pasien Covid-19 yang mengalami infeksi sekunder itu sama dengan yang sudah-sudah," ujar Yani.
Dokter ini juga mengingatkan bahwa ada kondisi lain yang membuat pasien Covid-19 menjadi parah, yakni dia memiliki penyakit comorbid seperti kencing manis, darah tinggi, penyakit kardiovaskular, dan kanker.
Harapan vaksin
Harapan lain manusia adalah ditemukannya vaksin untuk Covid-19, yang bisa membuat tubuh membentuk pertahanan terhadap virus corona yang sekarang.
Tujuan vaksin ini adalah memberikan memori kepada limfosit agar menurunkan pasukan IgM dan IgG. Dengan begitu pertahanan tubuh terbentuk.
Hanya saja, kata Yani, meski para ilmuwan di berbagai negara sedang ngebut menemukan vaksin tersebut, waktunya masih cukup lama sampai vaksin itu terbukti efektif dan bisa duproduksi secara massal.
"SARS-CoV-2 ini adalah new emerging disease (penyakit baru atau penyakit lama yang menular sangat cepat menembus batas geografis), dan kecepatan penularannya tidak main-main. Sedangkan membuat vaksin itu membutuhkan waktu panjang. Yang saya tahu, vaksin yang sedang dikembangkan sekarang masih harus proses uji klinis 1, 2, dan 3. Saya harus baca lagi update-nya," ujar Yani.
Protokol kesehatan
Dengan situasi seperti ini, yang bisa dilakukan masyarakat saat ini adalah melakukan protokol kesehatan ketat, agar memperkecil risiko terpapar virus corona.
Kenormalan baru yang paling mudah dilakukan adalah rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Jika tak menemukan air dan sabun, bisa menggunakan hand sanitizer untuk sementara waktu.
Cara mudah lainnya adalah mengenakan masker saat keluar rumah, bahkan selama berada di tempat kerja.
"Masker kain untuk orang sehat, masker bedah untuk orang yang sedang sakit," kata dr Siti Cahyani MSc SpPK.
Pada awal pekan ini, Kementerian kesehatan telah merilis panduan menjalankan protokol kesehatan ini yang bisa diikuti oleh masyarakat.
Tentu saja yang tak boleh dilupakan adalah kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan kebiasaan baru ini.
• Panduan Protokol Kesehatan bagi Masyarakat yang Kembali Bekerja
• Inilah Panduan Protokol Kesehatan Baru di Tempat Kerja bagi Pengusaha
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!