Dari GeNose C19 sampai RAISA, Tiga dari 61 Produk Inovasi Indonesia dalam Penanganan Covid-19

Editor: AC Pinkan Ulaan
Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) mencatat ada 61 inovasi karya anak bangsa, selama pandemi Covid-19. Keterangan foto: Menristek/BRIN Bambang PS Brodjonegoro.

WARTA KOTA -- Sudah setahun Covid-19 menyebar di Indonesia, sejak pasien 01 dan 02 ditemukan pada 2 Maret 2020.

Dampak yang ditimbulkan pandemi ini kepada masyarakat sungguh luar biasa, baik dalam hal kesehatan, perekonomian, dan sosial budaya. Umumnya yang terasa adalah dampak negatifnya.

Namun ternyata pandemi ini juga membawa dampak positif, umumnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi.

Sayangnya, dampak positif ini belum berpengaruh langsung kepada kehidupan masyarakat, sehingga yang dirasakan masyarakat Indonesia hanya yang negatif.

Sebagaimana diwartakan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN), selama pandemi ini sudah 61 produk inovatif karya anak bangsa yang sukses diwujudkan. Ke-61 inovasi itu memang untuk menangani pandemi Covid-19.

Triple helix

Selama masa pandemi ini, Kemenristek/BRIN memang terus mendorong penguatan sinergi triple helix, dalam riset dan inovasi bidang alat-alat kesehatan dan obat-obatan.

Tujuannya adalah menciptakan kemandirian Indonesia di sektor kesehatan secara menyeluruh.

Untuk informasi, sinergi triple helix adalah kerja sama pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga riset, serta kalangan industri.

Dengan demikian manfaat ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti di jurnal ilmiah, namun dirasakan oleh masyarakat.

Kolaborasi kegiatan riset dan inovasi tersebut akan terus dilakukan, serta diharapkan dapat membuat masyarakat optimistis dan positif, bahwa Indonesia dapat segera pulih dan bangkit melewati masa pandemi.

Langsung kolaborasi

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN), Bambang Brodjonegoro mengingat kejadian pada waktu Presiden menggumumkan kasus 01 dan 02.

"Kami di Kemenristek/BRIN pada waktu itu langsung membuat rapat gabungan, yang tidak hanya dihadiri oleh pejabat Kemenristek/BRIN. Kami langsung mengundang semua LPNK yang ada di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN, bersama lembaga biologi molekular Eijkman," kata Bambang dalam Peringatan Satu Tahun Pandemi Covid-19 secara virtual, Selasa (2/3/2021).

Melalui rapat itu, Kemenristek/BRIN bersama lembaga-lembaga lain berdiskusi untuk melakukan penanganan pandemi virus Corona.

Hingga saat ini, Kemenristek/BRIN sudah berhasil menciptakan banyak inovasi yang memudahkan penanganan Covid-19.

Beberapa produk inovasi itu ialah GeNose C19 karya para dosen FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Robot medical Assistant ITS-Airlangga (RAISA), dan Vent I yakni ventilator berukuran kecil karya para ilmuwan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Padjadjaran.

Ketiga produk inovasi itu sudah digunakan dalam kegiatan sehari-hari penanganan Covid-19.

"Pandemi seperti ini pernah ada 100 tahun yang lalu, yaitu flu Spanyol. Tapi rupanya tidak menjadi pembelajaran untuk kita semua. Hari ini manusia ternyata masih harus banyak belajar, lebih kolaboratif dan harus lebih menekankan persatuan. Itulah semangat yang akan terus kita dorong di dalam konteks penanganan pandemi Covid yang sampai saat ini masih harus kita atasi," tandas Bambang.

Inilah tiga dari 61 inovasi yang dicapai anak bangsa Indonesia  dalam upaya penanganan Covid-19:

GeNose C19

GeNose C19 adalah alat skrining Covid-19 karya para dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM).

Alat tes Covid-19 ini memiliki keunggulan lebih murah, lebih cepat, dan lebih akurat, dibandingkan metode pemeriksaan Covid-19 lainnya.

Cara kerja GeNose C19 adalah meniru cara kerja hidung manusia, dengan memanfaatkan sistem penginderaan (larik sensor gas) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam membedakan pola senyawa yang dideteksi.

GeNose C19 melakukan skrining melalui embusan nafas subjek, kemudian dianalisis menggunakan perangkat GeNose yang dikombinasikan dengan software AI yang terlatih untuk membedakan sampel napas yang diduga positif Covid-19 atau negatif Covid-19.

Vent-I

Sebagaimana dilansir laman itb.ac.id, Vent-I adalah alat bantu pernapasan (ventilator) bagi pasien yang masih mampu bernapas sendiri.

Untuk pasien Covid-19. alat ini dianjurkan digunakan untuk pasien dengan gejala klinis tingkat 2, dan bukan untuk pasien yang harus dirawat di ICU.

Fungsi utama Ven-I adalah sebagai alat Continuous Positive Airway Pressure (CPAP).

Kelebihan Vent-I adalah mudah digunakan oleh para tenaga medis.

Alat ini merupakan hasil kolaborasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (UNPAD), dan YPM Salman, dan telah mendapat nomor SNI (Standar Nasional Indonesia).

Alat ventilator ini digagas oleh Dr Syarif Hidayat, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB.

RAISA (Robot medical Assistant ITS-Airlangga)

Sifat SARS-CoV-2 yang gampang sekali menular membuat manusia harus saling menjaga jarak, untuk mengurangi risiko penularan.

Namun bagaimana dengan para tenaga medis? Sebagaimana dilansir laman its.ac.id, itulah yang menjadi ide awal para ilmuwan di Institut Teknologi 10 November (ITS) dalam merancang sebuah robot yang bisa menjadi asisten para tenaga kesehatan dalam merawat pasien Covid-19.

Para pakar dari ITS Robotic Team ini kemudian bekerja sama dengan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), untuk melahirkan RAISA ini.

Robot ini bisa menjadi pengganti tenaga manusia untuk tugas-tugas non-medis, seperti mengantarkan makanan, pakaian, dan obat. Dengam demikian mengurangi frekuensi kontak tenaga kesehatan dengan pasien.

Meski begitu, RAISA tak bisa menggantikan peran manusia dalam hal kontak sosial. (Lita Febri)

Halaman selanjutnya

GeNose C19

...

Sumber: Tribunnews

Berita Populer