WARTA KOTA -- Para dokter di Amerika Serikat menyarankan dilakukan skrining jantung, terhadap atlet yang pernah tertular virus corona 2.
Skrining ini juga harus dilakukan kepada atlet yang masuk golongan orang tanpa gejala (OTG).
Saran ini, seperti dilansir The Print, muncul setelah sebuah penelitian kecil menemukan hasil mengejutkan, yakni 1 dari 7 atlet dari kompetisi tingkat perguruan tinggi mengalami kerusakan jantung setelah sembuh dari Covid-19.
Masalah itu juga ditemukan pada atlet yang tak menunjukkan gejala Covid-19.
Myocarditis
Hasil MRI jantung 26 atlet perguruan tinggi, yang pernah mengidap Covid-19 baik dengan gejala atau tanpa gejala, menemukan 4 orang di antaranya memiliki tanda-tanda peradangan di otot jantung.
Pasien yang dicurigai mengalami myocarditis ini adalah laki-laki berusia menjelang dan awal 20 tahun.
Dua di antara 4 orang itu adalah OTG. Demikian dilaporkan para dokter di Ohio State University di Columbus, Amerika Serikat, dalam jurnal JAMA Cardiology pada Jumat (11/9).
Penelitian ini semakin menambah banyak data bahwa virus corona 2 juga menyebabkan kerusakan di jantung dan organ tubuh lainnya, serta merusak kebugaran.
Gawatnya lagi, para partisipan penelitian, yang terdiri dari atlet sepak bola Amerika, sepak bola, lacrosse, bola basket, dan lari, diketahui tak memiliki riwayat penyakit jantung sebelum pemeriksaan dilakukan.
Selain 4 orang tadi, 8 orang menunjukkan tanda-tanda kerusakan otot jantung, sebagai akibat latihan olahraga yang keras.
Selama ini memang diketahui bahwa para atlet yang melakukan latihan ketahanan (endurance) dengan keras, berisiko 10 kali mengalami gejalan tekanan di jantung, dibandingkan non-atlet.
Skrining
Saat ini masih belum diketahui dampak jangka panjangnya, terhadap kesehatan jantung para mantan pasien Covid-19 itu.
Karena itu skrining jantung secara rutin bisa digunakan untuk memantau perkembangan kondisi mereka. Apakah membaik atau memburuk.
Imbauan ini juga ditujukan kepada para atlet yang sembuh dari Covid-19, namun tak termasuk dalam riset ini.
"Myocarditis adalah penyebab utama kematian akibat penyakit jantung di atlet olahraga kompetisi," kata Saurabh Rajpal, salah satu peneliti dalam riset tersebut.
MRI jantung, katanya, adalah metode untuk mengidentifikasi masalah, dilanjutkan dengan membuat stratifikasi risikonya dalam pertandingan.
Peradangan yang terlihat, dalam hasil MRI para partisipan penelitian, dinilai cukup mengkhawatirkan karena bisa menyebabkan disfungsi myocardia, bahkan kematian.
Istirahat 3 bulan
Para atlet yang menunjukkan radang myocarditis dalam riset itu, kini diharuskan beritirahat selama 3 bulan untuk pemulihannya.
Riset lanjutan, kata Rajpal, harus dilakukan dengan tujuan mencari cara untuk mencegah kondisi penyakit itu memburuk.
Rajpal mengingatkan bahwa riset yang mereka lakukan kemarin, tidak bertujuan menemukan risiko masalah myocardial pada atlet.
Namun temuan ini akan diikuti dengan memeriksa para atlet perguruan tinggi dari olahraga kompetsi, yang tidak tertular Covid-19.
Pemeriksaan itu sebagai pembanding dengan kondisi partisipan sebelumnya.
Riset lain yang akan mereka kerjakan adalah, meneliti pengaruh Covid-19 terhadap kesehatan jantung atlet muda.
Merusak kebugaran
Sementara itu, penelitian lainnya menemukan, Covid-19 juga merusak kebugaran dan cedera paru-paru orang muda.
Penelitian itu mengambil partisipan anggota angkatan darat Swiss, yang jatuh sakit ketika wabah virus corona 2 menyerbu markas mereka pada Maret lalu.
Para partisipan mengakui, setelah sembuh dari Covid-19 mereka merasakan tingkat kebugaran paru-paru mereka menurun secara signifikan.
Para peneliti juga memeriksa kebugaran penghuni markas yang sama, tapi tidak terpapar virus corona 2 dan terpapar namun tidak jatuh sakit. Mereka sebagai pembanding dari penelitian ini.
Setelah dibandingkan, partisipan yang mengidap Covid-19 enam pekan sebelum penelitian, memiliki tingkat kebugaran lebih rendah dari pada partisipan yang tidak terpapar virus corona 2 dan OTG.
Menunda kompetisi
Hasil penelitian di Ohio State University ini menyebabkan, musim baru dua kompetisi utama antar-perguruan tinggi di Amerika Serikat ditunda pelaksanaannya.
Sebelumnya, pihak otoritas kompetisi antar-perguruan tinggi sudah mengeluarkan panduan, bagi atlet yang terkena Covid-19.
Bila gejalanya parah, maka atlet itu harus istirahat dua pekan.
Sementara yang mengalami gejala ringan atau sedang, tak perlu istirahat dua minggu. Namun mereka harus konsultasi ke dokter, untuk memeriksa kondisi kesehatannya.
Hanya saja panduan itu kini dikecam, setelah keluar hasil penelitian di Ohio tersebut.
Garry Jennings, seorang kardiolog yang juga direktur dari Sydney Health Partners, menyarankan agar atlet yang hasil pemeriksaannya positif Covid-19 namun tanpa gejala, tetap melakukan istirahat 2 pekan.
Kemudian mereka wajib melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh sebelum kembali berlatih.
Latihannya juga harus bertahap, dan peningkatan intensitas dilakukan secara perlahan. Bila muncul gejala masalah, harus segera dilaporkan.
"Kebanyak kasus myocarditis memang sembuh dengan baik, namun ada pasien yang berakhir mengalami komplikasi yang lebih buruk," katanya.
Komplikasi itu termasuk irama jantung yang abnormal, gagal jantung kronis, bahkan kematian.
Sementara penelitian di Jerman terhadap 100 orang yang sembuh dari Covid-19, memperlihatkan tiga perempat partisipan mengalami masalah jantung.
Kemuadian 60 persen partisipan memperlihatkan peradangan mycordium, baik yang memiliki masalah ini sebelumnya atau tidak.
Yang membuat khawatir adalah, masalah ini ditemukan di pasien yang mengalami gejala Covid-19 ringan dan parah.
Usia muda
Sedangkan di Ankara, Turki, gejala myocarditis juga ditemukan di pasien Covid-19 yang baru berusia 2 tahun. Padahal sebelumnya dia tak memiliki penyakit itu.
Bocah itu dikabarkan meninggal dunia akibat myocarditis-nya.
Julia Iafrate, seorang asisten profesor bidang rehabilitasi dan pengobatan regeneratif di Columbia University, New York, menyatakan bahwa usia muda dan tubuh bugar bukan jaminan terhindar dari Covid-19.
"Yang kami tahu saat ini, lebih baik tak terpapar Covid-19 sama sekali," katanya, yang dikutip Bloomberg.
Hasil penelitian di Ohio dan beberapa tempat lain ini rupanya membuat beberapa atlet muda khawatir. Salah satunya adalah Ashleigh Barty, petenis putri asal Australia.
Dia memutuskan tidak mengikuti turnamen Prancis Terbuka dan kejuaraan lainnya di Eropa pada tahun ini, karena khawatir tertular Covid-19.
Halaman selanjutnya