Agus Ramdani: Pendidikan Cara Utama Memajukan Bangsa
Pendidikan tidak hanya faktor hard skill yang digali, tetapi harus seimbang antara hard skill dan soft skill.
WARTA KOTA WIKI — Agus Ramdani adalah Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
Dia mendapat tugas itu dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sejak Maret 2021.
Sebelumnya Agus adalah Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, yang dilakoninya pada Oktober 2019 hingga Maret 2021.
Agus Ramdani, yang mengawali kariernya di bidang pemerintahan daerah pada 1998, sebagai staf Wali Kota Jakarta Barat, juga pernah menjabat Camat Kembangan pada periode 2016-2019.
Sejak remaja Agus Ramdani memang ingin bekerja di bidang ini, dan menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Masa kecil dan pendidikan
Agus Ramdani lahir di Jakarta pada 14 Agustus 1979, dari pasangan Manullah (almarhum) dan Sutinah.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini merupakan putra asli Betawi. Kakaknya bernama Sukriyadi, dan diknya bernama Trihadih.
Mereka tumbuh besar di sebuah kampung yang berlokasi di Meruya Utara, tepatnya di Purikembangan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
Agus menempuh pendidikan dasar di SDN 07 Pagi Kembangan pada 1985-1991, lalu sore harinya belajar di sebuah madrasah di Basmol.
Pada 1994, Agus menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 105, dan melanjutkan ke SMA Negeri 23 pada 1997.
Tamat dari SMA Agus memutuskan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, tapi melamar menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Keputusan itu diambilnya lantaran kondisi ekonomi keluarga, yang pada tahun 1997 itu sudah terdampak krisis ekonomi yang kemudian berkembang menjadi krisis moneter 1998.
“Jadi sejak 1997, setelah lulus SMA, saya langsung melamar bekerja sebagai PNS. Alhamdulillah Qadarullah, Allah meluluskan saya menjdi PNS pada tahun 1998,” kata Agus kepada Warta Kota pada Selasa (31/8/2021).
Pilihannya itu rupanya tepat, sebab setelah perekonomiannya membaik Agus melanjutkan pendidikan ke perguruan tingg.
Dia memilih kuliah di STIA LAN RI mulai tahun 2000,dengan mengambil jurusan Manajemen Pembangunan Daerah (MPD).
Perjuangan untuk meraih gelar sarjana tersebut menjadi hal yang paling berkesan baginya.
Pasalnya Agus harus membagi waktu antara bekerja pada pagi hari, dan kuliah sore harinya.
“Paginya saya bekerja, sorenya saya harus kuliah dengan tugas-tugas yang luar biasa. Alhamdulillah saya dapat lulus S1,” ujar Agus.
Meraih gelar sarjana rupanya tidak membuatnya puas, sehingga Agus melanjutkan ke program pasca sarjana (S2) di perguruan tinggi yang sama pada 2008.
Dia kembali mengambil jurusan yang sama, yakni Manajemen Pembangunan Daerah (MPD).
Pendidikan magister itu diselesaikan Agus dalam waktu satu tahun saja, dan dia melajutkan pendidikannya ke program doktoral di Universitas Negeri Jakarta.
Bagi Agus, belajar di perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuannya.
“Di sana, saya ambil Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) di Universitas Negeri Jakarta,” tambah Agus.
Dia sangat bersyukur dapat menyelesaikan pendidikan sampai ke jenjang tertinggi, di mana merupakan perjuangan yang luar biasa karena harus membagi waktu untuk tugas, untuk keluarga, dan untuk sekolah.
“Proses belajar menjadi seorang doktor, S3, itu dengan biaya sendiri. Lalu juga belajarnya juga sendiri. Tentunya di kelas bareng-bareng. Ya, tetapi perjuangannya sangat luar biasa,” tuturnya.
“Bagaimana posisi saya saat itu adalah wakil camat, jadi sambil belajar sambil kerja, sambil menyelesaikan tugas kuliah, sambil menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan,” lanjut Agus.
Agus mengungkapkan bahwa dia mengambil jenjang doktoral untuk memotivasi, baik dirinya sendiri dan orang-orang yang ada di kampungnya.
“Selain meningkatkan kompetensi dalam diri, tentunya ingin membuat anak-anak lebih semangat. Anak-anak saya harus lebih dari saya. Tentunya itu yang menjadi motivasi utama, dan tentunya kebanggaan orangtua,” katanya.
“Orang kampung yang doktor ya Alhamdulillah baru saya. Jadi orang-orang kampung saya itu, Alhamdulillah, bisa memotivasi anak-anak yang ada di sana. Ya harus majulah jadi orang kampung, enggak boleh putus asa dengan keadaan, karena tradisi di lingkungan kami, kebanyakan di usia saya ya teman- teman itu ya pengennya enggak nerusin sekolah,” tambah Agus.
Kisah Perjuangan Sang Ibu
Agus menyatakan bahwa kesuksesannya tidak lepas dari doa ibunya.
Agus sudah ditinggalkan ayah sejak usia tiga tahun, sehingga sang ibunda harus berjuang untuk anak-anaknya, untuk kebutuhan hidup merekasehari-sehari dan sekolah.
Agus mengungkapkan bahwa ibunya sempat berjualan nasi di sekitar proyek pembangunan apartemen.
“Beliau berjualan nasi untuk membiayai kami sekolah, dan alhamdulillah dilancarkan hingga saya lulus SMP, lulus SMA. Nah pada saat saya mau kuliah itu ya tentunya saya tahu diri ya,” katanya.
“Lebih baik untuk adik yang masih bersekolah. Jadi saya putuskan melamar jadi PNS. Dan alhamdulillah, 1997 saya melamar, 1998 saya diangkat menjadi CPNS,” ujar Agus.
Agus menyadari bahwa orangtuanya tidak lahir di keluarga yang berada, sehingga dirinya ingin segera mandiri dengan menjadi PNS.
“Saya yakin bahwa doa orangtua, doa ibu, adalah yang paling mustajab. Jadi sebelum saya berangkat tes, saya mohon doanya, saya cium tangannya. Saya peluk, mohon doa agar dilancarkan, dan itu saya lakukan di setiap momen-momen tertentu,” lanjutnya.
Cara utama dalam Memajukan Bangsa
Selama puluhan tahun lebih, Agus belajar menjadi seorang aparatur sipil negara (ASN) yang baik.
“Baik meniti karier dari kelurahan, dari sekel, lurah, sekcam, wakil camat, sampai camat,dan saya juga pernah menjdi Kepala bagian pendidikan, mental, spiritual di Wali Kota Jakarta Barat,” katanya.
Saat ini dia ingin mendedikasikan dirinya sepenuh hati di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Agus, pendidikan adalah hal yang paling utama dalam memajukan bangsa. Oleh karena itu, investasi di bidang pendidikan merupakan investasi jangka panjang.
“Kebijakan yang dikeluarkan pimpinan, dalam hal ini Kepala Dinas Pendidikan harus disukseskan, kita dukung penuh. InsyaAllah akan ada perubahan ya karena Pak Gubernur juga meyakinkan bahwa pendidikan adalah eskalator ekonomi. Dan tentunya ini sudah saya rasakan sendiri manfaatnya,” ujar Agus.
Sebagai aparat pemerintahan, Agus paham bahwa masyarakat mendapat pendidikan yang layak adalah tugas pemerintah.
"Oleh karena itu saya bertekad kita majukan pendidikan di DKI Jakarta, baik itu dari sekolah dasar hingga jenjang menengah atas. Kepada seluruh masyarakat, khususnya yang tidak mampu harus tetap semangat bahwa anak-anak kita adalah harapan kita,” katanya.
Dia yakin bahwa anak-anak di masa sekarang kelak akan menjadi pemimpin.
"Menjadi ulama, menjadi pendeta, menjadi pengusaha, itu semua ada dalam diri anak kita. Jadi tidak ada istilah anak bodoh, tidak ada anak nakal. Semua anak itu sama tetapi memiliki potensi yang berbeda-beda,” lanjut Agus.
Oleh karena itu, dalam pendidikan tidak hanya faktor hard skill yang digali, tidak hanya potensi akademiknya saja, tetapi harus seimbang antara hard skill dan soft skill.
“Bagaimana anak-anak itu bisa bersosialisasi, lalu juga bisa memimpin. Kenapa di PPDB 2020 dan 2021 ini kami memasukkan itu? Ada penilaian aktif di ekstrakurikuler, ada penilaian juga aktif di organisasi, karena kami melihat bahwa potensi anak ini harus kita nilai secara utuh, tidak hanya potensi akademiknya saja,” ujar Agus.
Soft skill itu seperti membangun komunikasi, mempunyai jiwa kepemimpinan, dan mempunyai rasa solidaritas dengan teman-temannya dalam hal yang positif.
Sehingga, saat mereka lulus dari SMA, mereka dapat mengembangkan diri lebih baik lagi ketika melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
“InsyaAllah mereka bisa menjadi generasi utuh yang tentunya memberikan manfaat bagi bangsa kita yang besar ini. Karena kita ketahui, saat ini cita-cita zaman sekarang dahulu tidak pernah kita bayangkan. Menjadi YouTuber, vlogger, lalu juga e-sports,” kata Agus.
Cita-cita anak-anak zaman sekarang adalah bergelut di dunia kreatif, sebuah bidang yang sangat membutuhkan keseimbangan hard skill dan soft skill. (Ramadhan LQ)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!