Pahami Sertifikat Vaksinasi Covid-19 dan Potensi Bahaya yang Terjadi bila Tidak Waspada
Masyarakat harus mengetahui bahwa serifikat vaksinasi mengandung data pribadinya, sehingga sangat berbahaya bila data itu dicuri.
Penulis: Rangga Baskoro | Editor: AC Pinkan Ulaan
WARTA KOTA -- Sertifikat vaksinasi Covid-19, atau sering juga disebut kartu vaksinasi, kini menjadi benda penting bagi masyarakat.
Maklum saja, sertifikat vaksinasi ini menjadi persyaratan wajib untuk bepergian, masuk ke pasar, pusat perbelanjaan, dan sejumlah tempat publik lainnya.
Pemerintah membagikan sertifikat vaksinasi itu dalam bentuk digital, yang bisa diunduh dari aplikasi PeduliLindungi, dan disimpan di telepon pintar.
Saat dibutuhkan, masyarakat tinggal menunjukkannya kepada petugas pemeriksa.
Hanya saja, kebanyakan masyarakat ternyata lebih senang memegang sertifikat vaksinasi secara fisikal, sehingga saat ini banyak orang yang mencetak sertifikat itu dengan ukuran seperti kartu identitas.
Alasan mereka demi kepraktisan, tinggak keluarkan dari dompet dan tidak perlu membuka-buka gawai.
Data dalam sertifikat vaksinasi
Apapun bentuknya, digital maupun cetakan, Ardi Sutedja, seorang pakar keamanan siber yang juga Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), meminta masyarakat harus memahami risiko di balik kartu vaksinasinya.
"Saya harus sampaikan bahwa sertifikat vaksinasi itu mengandung data-data pribadi yang tak boleh diketahui orang lain selain kita," kata Ardi pada Kamis (12/8/2021).
"Karena itu masyarakat harus tahu ada risiko saat mencetak sertifikat vaksinasi melalui pihak ketiga, (yaitu) ada potensi kebocoran data, dan disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemilik sertifikat," imbuh Ardi.
Data pribadi yang terdapat dalam sertifikat vaksinasi itu ialah:
- Nama lengkap sesuai kartu identitas
- Nomor Induk Kependudukan (NIK)
- Tanggal lahir
Data-data itu terpampang jelas di sertifikat, dan ada pula yang tersembunyi di balik QR code.
Potensi bahaya
Dengan begitu ada potensi bahaya yang menyertai sebuah setifikat vaksinasi, yakni:
- Pencurian data pribadi kemudian disalahgunakan untuk mengambil keuntungan ekonomi.
"NIK sama seperti layaknya kunci brankas yang menyimpan harta seseorang, sehingga harus dilindungi setiap individu. Memberikan NIK secara tak berhati-hati sama saja seperti membuka peluang terjadinya kejahatan siber," ujar Ardi.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!