Hari Kesiapsiagaan Bencana: Pencegahan dan Mitigasi Bencana Dimulai dari Keluarga

Latihan kesiapsiagaan bencana harus rutin dilakukan setiap keluarga di Indonesia, untuk menciptakan keluarga tangguh.

Editor: AC Pinkan Ulaan
Warta Kota/Andika Panduwinata
Latihan kesiap siagaan bencana harus rutin dilakukan setiap keluarga di Indonesia, untuk menciptakan keluarga tangguh. Keterangan foto: Daerah Ciledug menjadi lokasi yang paling parah terdampak banjir Tahun Baru 2020, Rabu (1/1/2020). 

WARTA KOTA WIKI -- Tanggal 26 April di Indonesia telah ditetapkan sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) pada tahun 2017.

Sebagaimana dilansir laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), penetapan itu berbarengan dengan memperingati hari lahir Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Pencanangan HKB itu bertujuan agar masyarakat lebih waspada terhadap bahaya bencana, dengan memahami ancaman bencana di sekitarnya, dan tahu cara menghadapinya.

Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo menegaskan bahwa pencegahan dan mitigasi harus menjadi ruh kesiapsiagaan bencana.

"Sebuah ruh yang mengubah paradigma penanggulangan bencana dari responsif menjadi preventif," kata Doni, yang dikutip dari siaran pers BNPB.

Karena itu, BNPB berharap setiap keluarga di seluruh Indonesia dapat melakukan latihan, dan mengusung jargon #SiapUntukSelamat.

Rutin latihan

Karena itu, setiap HKB ini, BNPB mengajak masyarakat melakukan latihan kebencanaan untuk membangun ketangguhan.

Latihan itu sebaiknya dilakukan di rumah, sebagai upaya pembelajaran dini sehingga waspada bencana itu menjadi bagian dari budaya masyarakat. Dengan begitu jatuhnya korban jiwa bisa dicegah.

Dengan sering latihan, setiap anggota keluarga dapat belajar dan memahami risiko yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Pemetaan

Contoh sederhana yang dapat dilakukan ialah, kepala keluarga dapat menyusun rencana darurat keluarga, memetakan akses dan arah evakuasi di rumah mereka masing-masing, titik kumpul di sekitar rumah, atau langkah aman lainnya.

Mengenali risiko setiap individu anggota keluarga, karena akan berbeda meskipun suatu wilayah tersebut berpotensi bahaya, seperti banjir atau gempa bumi.

Banyak faktor yang sangat memengaruhi individu selamat dari bahaya. Misalnya dalam konteks risiko gempa, faktor seperti struktur bangunan rumah, langkah merespons bahaya, maupun kondisi fisik setiap individu dapat menentukan keselamatan dalam merespons bahaya.

Pengetahuan

Setiap kepala keluarga, atau orang dewasa di dalam keluarga, perlu mendapatkan pengetahuaan kebencanaan.

Saat ini banyak informasi dapat diakses untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan kebencanaan. Ada pula aplikasi kebencanaan yang dapat membantu untuk kesiapsiagaan keluarga. Namun, BNPB menekankan bahwa pengetahuan ini belum cukup tanpa latihan.

Menilik hasil kajian pascagempa Kobe di Jepang, yang terjadi pada 1995, warga yang selamat karena mampu menyelamatkan diri sendiri mencapai 34,9 persen. Sementara yang diselamatkan anggota keluarga 31,9 persen, diselamatkan tetangga 28,1 persen, dan sisanya faktor lain.

Ini menunjukkan bahwa pemahaman dan kemampuan diri sendiri di dalam anggota keluarga, dapat menjadikan mereka sebagai keluarga tangguh.

Bencana, terutama bencana alam, seharusnya tak lagi dianggap sebagai takdir. Apalagi Indonesia kian kerap menghadapi bencana alam.

Ikuti kami di
1038 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved