Tahun Baru
Hari Raya Nyepi: Mengapa Tahun Saka Memiliki Angka Tahun Lebih Kecil dari Tahun Masehi?
Inilah penjelasan mengapa tahun Saka memiliki angka tahun lebih kecil dari tahun Masehi.
Penulis: AC Pinkan Ulaan | Editor: AC Pinkan Ulaan
Dinasti Kushana
Pada abad 125 Sebelum Masehi, suku bangsa Yuehchi memenangi perang dan merebut tampuk kekuasaan di wilayah Asia Selatan.
Suku bangsa yang asalnya adalah penggembala nomadik dari wilayah Tiongkok barat laut, yang sekarang menjadi provinsi Gansu di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT), kemudian mendirikan Dinasti Kushana yang memerintah sampai abad 375 Masehi.
Sejak awal berdiri, dinasti ini menggunakan kekuasaan mereka untuk mensejahterakan masyarakat. Bukan hanya masyarakat dari sukunya sendiri, namun juga dari suku-suku lainnya.
Caranya dengan merangkul suku-suku lainnya di India, dan mengadopsi kebudayaan masing-masing suku sebagai kebudayaan kerajaan.
Raja keempat di dinasti ini, yaitu Kaniska I, mengadopsi kalender suku bangsa Saka, sehingga mulai tahun 78 Masehi penanggalan Saka dimulai sebagai tahun 0 Saka, tahun 79 Masehi sebagai tahun 1 Saka.

Chashtana
Namun ada pula para ahli sejarah yang berpendapat bahwa permulaan tahun Saka bukan ditetapkan saat Raja Kaniska berkuasa, sebab raja dari Kushana itu baru naik takhta pada tahun 127 Masehi.
Menurut mereka, tampaknya suku bangsa Saka memulai tahun Saka pada saat mereka menobatkan Chashtana sebagai raja untuk suku bangsa mereka.
Namun tampaknya Raja Kaniska tetap berperan besar dalam penggunaan tahun Saka secara luas, dengan mengadopsinya sebagai sistem penanggalan kerajaannya.
Sejak tahun Saka menjadi kalender resmi kerajaan, suku bangsa di India ternyata juga mengubah prinsip mereka, dari keinginan untuk menguasai menjadi keinginan untuk menyejahterakan. Maka terbangunlah toleransi antar setiap suku untuk sama-sama membangun masyarakat sejahtera (Dharma Siddhi Yatra).
Masuk ke Nusantara
Alhasil kebudayaan di India berkembang pesat, dan bersamaan dengan itu sistem kalender Saka juga menyebar luas mengikuti penyebaran agama Hindu.
Termasuk juga ke Indonesia, yang dibawa oleh Aji Saka, seorang pendeta Hindu dari suku bangsa Saka.
Penggunaan penanggalan Saka ini bisa dilihat dari prasasti-prasasti yang ditemukan di wilayah Nusantara.
Pada zaman Kerajaan Majapahit, tahun Saka digunakan sebagai kalender kerajaan. Pada setiap bulan Caitra (Maret), Kerajaan memperingati pergantian Tahun Saka dengan upacara keagamaan.
Di alun-alun Majapahit, berkumpul seluruh kepala desa, prajurit, para sarjana, Pendeta Siwa, Buddha dan Sri Baginda Raja.
Topik yang dibahas dalam pertemuan itu adalah tentang peningkatan moral masyarakat.
Perayaan Tahun Saka pada bulan Caitra ini dijelaskan dalam Kakawin Negara Kertagama oleh Rakawi Prapanca pada Pupuh VIII, XII, LXXXV, LXXXVI – XCII.
Di Bali, perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan Hari Raya Nyepi, berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.
Halaman selanjutnya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!