Inilah Penjelasan Mengapa Anak-anak yang Kembali ke Sekolah Sebaiknya Mendapat Vaksinasi Covid-19

Editor: AC Pinkan Ulaan
Vaksinasi Covid-19 penting bagi anak, terutama bagi anak yang kembali besekolah tatap muka. Keterangan foto: Ilustrasi.

WARTA KOTA -- DKI Jakarta dan beberapa provinsi lain telah memulai pembelajaran tatap muka (PTM) pada 30 Agustus 2021, yakni anak-anak mulai kembali bersekolah di masa pandemi Covid-19.

Persyaratan utama dalam PTM ini, sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrintek), adalah orangtua mengizinkan anaknya kembali ke sekolah.

Selain itu tentu saja ada syarat bahwa anak-anak akan displin menjalankan 3M 'memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan'.

Namun ternyata tidak ada persyaratan bahwa anak-anak harus sudah divaksinasi Covid-19.

Bisa jadi Pemerintah melihat bahwapemberian vaksin Covid-19 bagi anak-anak belum merata, karena terkait ketersediaan vaksinnya.

Melindungi keluarga

Meski begitu, para dokter spesialis anak di Indonesia menyarankan sebaiknya anak segera melakukan vaksinasi Covid-19 begitu ada kesempatan.

Hal ini bukan hanya melindungi anak tersebut, melainkan orang-orang di sekitarnya. Terutama anggota keluarga lainnya.

"Dengan divaksinasi Anda dapat melindungi orang-orang di sekitar Anda, terutama orang-orang yang berisiko tinggi terkena penyakit parah akibat Covid-19. Orangtua yang ingin melindungi anak-anak, jangan tunda untuk segera divaksinasi. Orangtua yang telah divaksinasi tidak hanya melindungi diri mereka sendiri, tetapi juga melindungi anak-anak mereka," ujar dr Natasya Ayu Andamari SpA, dalam sebuah acara bertajuk #GoodTalksSeries yang diadakan Good Doctor dan The Asian Parent

Data yang dilansir Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan angka kematian anak akibat Covid-19 mencapai 3—5 persen. Dari seluruh data anak yang meninggal itu 50 persen adalah balita.

Sebagai perbandingan dengan Amerika Serikat (AS), American Academy of Pediatric melaporkan kematian anak akibat Covid-19 di AS adalah 0,22 persen.

Tidak bergejala

Dokter Ayu mengatakan gejala Covid-19 yang paling umum ditemukan di anak-anak adalah batuk atau demam.

Mengutip temuan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tinjauan sistematis baru-baru ini memperkirakan bahwa 16 persen anak-anak dengan infeksi Covid-19 tidak menunjukkan gejala.

Selain itu, penularan Covid-19 ke anak pada umumnya terjadi lewat orang dewasa di sekitarnya yang tidak taat protokol kesehatan.

Misalnya, tidak segera mengganti pakaian dan mencuci tangan setelah beraktivitas di luar rumah.

Oleh karena itu, orangtua harus tetap waspada dengan mematuhi protokol kesehatan 'prokes' dan tidak mengajak anak-anak untuk keluar rumah dulu.

Fakta lain menunjukkan bahwa anak kecil dan yang berusia lebih tua memiliki kemungkinan yang sama untuk terinfeksi.

Mengutip gooddoctor.co.id, sebuah studi komprehensif dari Korea Selatan menunjukkan, anak dalam rentang usia kurang dari 10 tahun memiliki kemungkinan risiko penularan Covid-19 yang lebih kecil daripada orang dewasa.

Namun anak-anak yang berusia 10 tahun atau lebih dapat menularkan virus ini dalam tingkat yang sama dengan orang dewasa.

CDC menyebutkan bahwa anak-anak dan orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk menularkan virus ke kontak erat mereka.

Vaksinasi

Dokter Ayu memaparkan, selain menjalankan prokes dengan ketat, vaksinasi untuk anak usia 12 tahun ke atas tetap harus dilakukan.

Pasalnya vaksin dapat mencegah seseorang terkena dan menyebarkan virus yang menyebabkan Covid-19. Vaksin Covid-19 juga mencegah sakit parah, bahkan jika memang terkena Covid-19.

Mengutip data dari Sehat Negeriku, sampai dengan 29 Juni 2021 tercatat hampir 260.000 kasus terkonfirmasi Covid-19 merupakan anak usia 0—18 tahun. Dari jumlah itu, lebih dari 108.000 kasus merupakan anak-anak rentang usia 12—17 tahun.

Fakta ini menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah melaksanakan vaksinasi kepada anak dalam rentang usia tersebut.

IDAI dalam Surat Rekomendasinya bertanggal 28 Juni 2021 juga menyetujui imunisasi kepada anak umur 12—17 tahun, dengan pertimbangan jumlah subjek uji klinis memadai.

Selain itu tingginya mobilitas, kemungkinan berkerumun di luar rumah, serta mampu menyatakan keluhan KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) bila ada turut menjadi pertimbangan IDAI.

Vaksinasi untuk anak usia 12-17 tahun itu menggunakan vaksin Covid-19 produksi PT Biofarma (Sinovac).

Program vaksinasi anak telah dilakukan sejak tanggal 1 Juli 2021, setelah memperoleh rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan persetujuan penggunaan dari BPOM.

Selain itu, anak-anak harus divaksinasi Covid-19 karena 16 persen anak-anak dengan infeksi Covid-19 tidak menunjukkan gejala.

Orang yang divaksinasi lengkap, menurut CDC, lebih kecil kemungkinannya untuk dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi.

Vaksin memang tidak bisa melindungi sampai 100 persen. Oleh karena itu tetap wajib menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

CDC menyarankan untuk mencuci tangan, memakai masker, menghindari kontak dekat atau menjaga jarak, serta menutupi batuk dan bersin.

Terkait fakta di atas, Good Doctor membuat video pendek sosialisasi Covid-19 untuk anak-anak, dengan cara yang menarik dan mudah dipahami

Daya tahan tubuh

Kesehatan seorang anak tergantung kepada kekebalan tubuhnya. Apalagi di masa pandemi ini daya tahan tubuh si kecil harus dioptimalkan.

Untuk menjaga imunitas anak, dr Natasya Ayu Andamari SpA memberikan tip untuk mengoptimalkan daya tahan tubuh anak:

1. Pastikan anak mengonsumsi makanan bergizi lengkap;

2. Pastikan anak memiliki waktu tidur yang cukup;

3. Lengkapi imunisasi dasar anak sebagai proteksi diri;

4. Beri contoh kepada anak untuk menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari yang paling sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan masker;

5. Konsumsi vitamin D dan C.

Rileks

Selain memerhatikan kondisi fisik, masalah psikologis anak juga harus diperhatikan.

Samanta Elsener MPsi, seorang psikolog anak dan keluarga menjelaskan bahwa saat ini bisa dikatakan, anak-anak di Indonesia sedang mengalami masa sulit.

Mereka tidak bisa belajar bersama dengan guru dan teman-teman, bermain, dan bergaul karena ada pembatasan kegiatan masyarakat.

Kondisi tersebut tentu berpengaruh kepada kondisi mentalnya. Untuk mengatasinya, Samanta memberikan tip agar anak rileks.

1. Pastikan waktu tidur tercukupi, karena saat tidur kerja otak anak melambat sehingga tubuh menjadi rileks.

2. Ajak anak untuk mengidentifikasi jenis emosi yang dirasakan, dan tawari solusi yang membuatnya lebih nyaman.

3. Lakukan hobi bersama anak. Misalnya, memasak, berkebun, bernyanyi atau melukis.

Kegiatan ini dapat dilakukan bergantian atau dikombinasikan antara hobi si kecil dan orangtua.

4. Berikan pelukan hangat kepada anak.

Saat orang tua memeluk anak 8 kali sehari dengan durasi 20 detik, hal itu dapat membuat si kecil rileks. (Lilis Setyaningsih)

Halaman selanjutnya

Vaksinasi

...

Berita Populer