Surjadi Soedirdja: Gubernur DKI Jakarta ke-10, Pencetus Gagasan MRT, Busway, dan Ruang Terbuka Hijau

Penulis: AC Pinkan Ulaan
Surjadi Soedirdja, Gubernur DKI Jakarta 1992-1997 yang mencetuskan gagasan moda transportasi raya (MRT) di Jakarta

WARTA KOTA WIKI -- Surjadi Soedirdja adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang menjabat pada periode 1992-1997.

Dia merupakan Gubernur DKI Jakarta ke-10 sejak negara Republik Indonesia berdiri.

Surjadi menggantikan Wiyogo Atmodarminto yang menjabat pada periode sebelumnya, dan digantikan oleh Sutiyoso ketika jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir. 

Selain sebagai Gubernur DKI, Surjadi Soedirdja juga pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) merangkap Kepala Pertanahan Nasional, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial dan Kemanan (Menkopolkan) di kabinet Persatuan Nasional yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid.

 

Jabatan Mendagri dijabatnya pada 29 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.

Sedangkan jabatan Menkopolkam diembannya pada 15 Februari sampai 23 Agustus 2000, untuk mengisi kekosongan jabatan setelah Menkopolkam sebelumnya, Wiranto, diminta mengundurkan diri oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Surjadi tidak lagi merangkap jabatan sebagai Menkopolkam ketika Abdurrahman Wahid melakukan restrukturisasi kabinet, dan menunjuk Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menkopolkam.

Sebelumnya Susilo menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi.

Ketika Presiden Abdurrahman Wahid dimakzulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), berakhir pula karier Surjadi Soerdirja sebagai menteri.

Gubernur DKI Jakarta

Surjadi Soedirdja memulai tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 6 Oktober 1992.

Dia sebenarnya bukan orang baru di Jakarta, mengingat dirinya pernah menjabat sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) Jakarta Raya (Jaya) pada tahun 1988-1990, namun Surjadi merasa perlu banyak belajar untuk menjalankan tugas barunya itu.

Maka setiap hari Jumat dan Minggu dia berkunjung ke wilayah permukiman warga untuk mendengar masukan dari masyarakat.

Dalam kegiatan setiap Jumat dan Minggu itu, Surjadi juga mengunjungi objek-objek vital milik Pemda DKI Jakarta, untuk melihat kondisinya.

Motto Teguh Beriman

Kemudian Surjadi mencetuskan motto Teguh Beriman pada 10 Dsember 1992, yang merupakan akronim dari Teruskan Gerakan Untuk Hidup Bersih Indah Manusiawi dan Aman.

Namun Surjadi menjelaskan bahwa motto itu bukan sekadar akronim tersebut. Motto itu lahir dari hasil urun rembuknya dengan para ulama, yang mengusulkan agar pembangunan Jakarta juga mendorong pertumbuhan iman dan religi warga Jakarta.

Motto Teguh Beriman ini kemudian memiliki landasan hukum, dalam bentuk Perda Nomor 3 Tahun 1997.

Program kerja

Sedangkan untuk program kerjanya, Surjadi menjabarkankan dalam Rencana Strategis Pembangunan Jakarta (renstra) 1992-1997, yang terdiri dari 9 program utama.

Dengan renstra itu Surjadi ingin membangun Jakarta sebagai kota pelayanan dan jasa, yang memang pada saat itu sedang menjadi tren kota-kota di dunia.

Misinya adalah menjadikan Jakarta sejajar dengan kota-kota besar di dunia, dan masyarakatnya sejahtera.

Sembilan program itu terdiri dari:

- Pembinaan kependudukan

- Pembinaan aparatur

- Peningkatan penerimaan daerah

- Kebersihan, penghijauan, dan kesehatan lingkungan

- Lalu lintas dan angkutan umum

- Peningkatan pelayanan kepada masyarakat

- Pembinaan sektor informal

- Keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakatan

Untuk penataan permukiman kumuh, Surjadi memiliki program perumahan rakyat dengan mendirikan rumah susun, agar masyarakat dapat menikmati rumah hunian yang layak dan memiliki fasilitas baik.

Pada masanya pula konsep ruang terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan air di Jakarta mulai masuk rencana strategis pembangunan Jakarta, dan diatur dalam regulasi daerah.

Mengatasi kemacetan

Untuk sektor perhubungan, di masa Surjadi inilah ide transportasi massal kereta bawah tanah (subway), serta jalan susun tiga (triple decker) mengemuka, meskipun tak sampai terwujud di masa pemerintahannya.

Kedua ide itu boleh dibilang baru terlaksana lebih dari 20 tahun kemudian, dan bisa dilihat di persimpangan CSW, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, walaupun tidak sama persis dengan rencana di masa Surjadi sebagai Gubernur DKI.

Di sana sekarang ada jalur bus Transjakarta, jalur moda raya terpadu (MRT), dan di paling bawah ada Jalan Sisingamangaraja dan Jalan Kyai Maja.

Sektor perhubungan menjadi salah satu perhatian utama Surjadi, karena pada saat itu kemacetan lalu lintas di Jakarta sudah sangat mengganggu mobilitas penduduk.

Sebagaimana dikutip dari trans.jakarta.go.id, Surjadi kemudian memerintah kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ), atau sebutan untuk Dinas Perhubungan kala itu, untuk memberlakukan sistem satu arah (SSA) di sejumlah ruas jalan.

Untuk mengatasi masalah kemacetan ini, 25 jalan layang dan terowongan juga dibangun di Jakarta pada kurun waktu 1992-1997.

Kebijakan three in one serta lajur khusus bus kota (busway) ternyata juga dimulai di masa Pemerintahan Surjadi Soedirdja.

Penertiban becak

Kemudian di masanya pula penertiban becak lebih gencar dilakukan, yakni melarang kendaraan roda tiga itu beroperasi di jalan raya.

Bahkan becak juga tidak diperbolehkan mangkal di pinggir jalan raya, karena mempersempit jalan sehingga menyebabkan kemacetan.

Becak hanya boleh beroperasi di jalan-jalan lingkungan perumahan.

Program penertiban becak ini sebenarnya melanjutkan program gubernur sebelumnya, namun dipadukan dengan program lainnya sehingga berjalan lebih baik.

Program Teguh Beriman Surjadi Soedirdja ini boleh dikata berhasil, sehingga DKI Jakarta meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha pada tahun 1994.

Parasamya Purnakarya Nugraha adalah penghargaan yang diberikan kepada sebuah institusi pemerintah atau organisasi lainnya yang menunjukkan karya tertinggi pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat.

Pembinaan aparatur

Sementara untuk program pembinaan aparatur dan peningkatan pelayanan masyarakat, Surjadi mencetuskan Lima Pedoman Kerja Aparat Pemerintah DKI Jakarta, untuk memastikan pegawa Pemda DKI bekerja melayani masyarakat dan bukannya untuk menguntungkan diri sendiri.

Hal itu lahir setelah Kasus Kampung Rambutan, di mana Surjadi menemukan pelanggaran bestek dalam pembangunan terminal bus antarkota di Jakarta Timur itu.

Sejumlah pejabat yang bertanggung jawab dalam pembangunan terminal Kampung Rambutan dicopot, dan dikenai sanksi administratif.

Pada masa Surjadi, pegawai Pemda DKI mulai mendapatkan tambahan penghasilan di luar gaji, yakni tunjangan kesejahteraan dan tunjangan transport.

Pada 6 Oktober 1997, Surjadi Soedirdja menyerahkan jabatan Gubernur DKI Jakarta kepada Sutiyoso.

Karier militer

Sebelum ditugaskan menjadi Gubernur DKI Jakarta, Surjadi Soedirdja berkarier di dunia militer, dengan pangkat terakhir letnan jenderal.

Surjadi lulus dari Akademi Militer pada tahun 1962, dan langsung ditugaskan ke Daerah Istimewa Aceh, sebutan provinsi Nangroe Aceh Darussalam ketika itu.

Dia ditempatkan di Bireun, Aceh Utara selama beberapa tahun, sebelum dipindah ke Bandung sebagai Kepala Staf Brigif 15/Kujang II, yang berada di bawah Komando Daerah Militer (Kodam) Siliwangi.

Beberapa jabatan di wilayah Kodam Siliwangi sempat diemban Surjadi, sebelum dia diangkat menjadi Kasdam IV/Diponegoro pada tahun 1986.

Tugas Surjadi berikutnya membawanya ke Ibu Kota Jakarta, yakni menjadi Pangdam Jaya pada tahun 1988 sampai 1990.

Kemudian pada tahun 1990 Surjadi mendapat tugas baru menjadi Asisten Sospol ABRI, yang dilakoninya selama 2 tahun karena mendapat tugas baru sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Kehidupan pribadi

Surjadi Soedirdja lahir pada 11 Oktober 1939 di Batavia, anak dari Achmad Soedirdja.

Dia menikah dengan Sri Soemarsih, dan pasangan ini dikaruniai dua anak bernama MS Negara dan Jusuf Sanggarabudi.

Dari kedua putranya itu, Surjadi Soedirdja memiliki tiga orang cucu.

Surjadi Soedirdja meninggal dunia pada usia 81 tahun di Jakarta, tepatnya di RS Mayapada Cilandak, pada 3 Agustus 2021 pukul 10.35 karena sakit.

Menurut menantunya yang bernama Rachman Muchtar (60), Surjadi Soedirdja dilarikan ke RS Mayapada pada Senin (2/8/2021) pagi dalam kondisi tidak sadar.

Empat tahun sebelum meninggal dunia, Surjadi Soedirdja mendapat serangan stroke yang cukup memengaruhi kesehatannya.

Jenazah Surjadi Soedirdja dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada Selasa sore secara militer, yang dipimpin Agum Gumelar sebagai inspektur upacara.

Buku catatan pribadi

Sebelum mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Surjadi Soedirdja meluncurkan buku bertajuk Mengemban Tugas Kepamongan: Antara Keinginan dan Keterbatasan, Catatan Pribadi Surjadi Soedirdja.

Di sana dia menjabarkan gagasan di balik misi pembangunan DKI Jakarta, konsep Teguh Beriman yang disebutnya sebagai landasan etika moral, serta renstra program kerja.

Ada pula di sana penjelasan Surjadi tentang peristiwa 27 Juli 1996, yakni penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pimpinan Megawati Soerkanoputri, di Jalan Diponegoro.

KH Ali Yafie dan Jacob Oetama menulis kata pengantar, atau disebut Sekapur Sirih, dalam buku tersebut.

Biodata

Nama: Surjadi Soedirdja

Lahir: Jakarta, 11 Oktober 1939
Meninggal dunia: 3 Agustus 2021

Nama istri: Sri Soemarsih

Nama anak-anak: MS Negara dan Jusuf Sanggarabudi

Pendidikan:

– Akademi Militer Nasional (1962)

– Seskoad (1974)

– Pendidikan militer di Perancis (1974)

– Seskogab (1979)

– Lemhannas (1991)

Karier:

- Kepala Staf Brigif 15/Kujang II

- Komandan Brigif 15/Kujang II

- Komandan Korem 064/Maulana Yusuf (1982—1984)

– Kasdam IV Diponegoro Jawa Tengah (1986-1988)

– Pangdam Jaya (1988-1990)

– Asisten Sospol ABRI (1990-1992)

– Gubernur DKI Jakarta (1992-1997)

– Menteri Dalam Negeri (1999-2001)

– Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (2000-2001)

Berita Populer