WARTA KOTA WIKI -- Saat ini perhatian hampir semua orang tertuju kepada pandemi Covid-19, yang sudah berjangkit di Indonesia sejak tahun 2020.
Padahal saat ini juga tengah berlangsung musim demam berdarah dengue (DBD), yang selalu datang di saat peralihan musim huja ke musim kemarau.
Covid-19 dan DBD sama-sama memiliki gejala deman, namun polanya berbeda.
Meski begitu, hal ini tetap membingungkan bagi masyarakat awam. Padahal kedua penyakit ini bisa berakibat fatal bisa terlambat ditangani.
Karena itu memang sudah waktunya masyarakat belajar mengenali gejala setiap penyakit, terutama Covid-19 dan DBD pada saat ini.
Panas tinggi susah turun
Sebagaimana dilansir laman Kementerian Kesehatan, Dr dr Erni Juwita Nelwan SpPD KPTI menjelaskan pola demam DBD dan COVID-19.
Menurut perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) ini, fase demam pada DBD terjadi akibat diremia.
Diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar.
Demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah, sampai biasanya kurang lebih 3 hari.
"Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat penurun panas," kata dr Erni dalam Konferensi Pers Asen Dengue Day 2021 secara virtual, Kamis (10/6).
Selain itu, sambungnya, pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat penurun panas tersebut.
"Ia berusaha menurunkan panas, tapi di satu sisi penyebab demam nya ada terus di dalam darah," katanya .
"Beda lainnya dengan Covid-19 adalah, pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi," kata dr Erni lagi.
Gejala respirasi
Sementara pola demam Covid-19 sangat berbeda, karena bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan, seperti sesak napas, batuk, susah menelan, dan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau).
Inkubasi
Perlu dipahami juga bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu.
Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika, tetapi ada masa inkubasi selama 5-10 hari.
Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah namun belum menimbulkan gejala karena jumlahnya masih sedikit. Tapi saat itu virus berkembang biak sampai jumlahnya cukup banyak, dan beredar di dalam darah lalu menimbulkan sakit atau demam.
Muka merah
Erni menambahkan, pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas, yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.
Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak, dan muka mengalami merah khas.
Gejala ini tak ditemukan di kasus Covid-19.
Fase kritis
Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Mulya Rahma Karyanti SpA(K), menambahkan gejala lain yang dominan pada demam dengue adalah, demam kemudian sakit kepala, tapi batuk pileknya lebih ringan dibanding gejala Covid-19.
"Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6. Itu masuk fase kritis yang bisa rawan di mana (pasien) bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup," katanya.
Kemudian pada Covid-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, bisa sampai 5 sampai 7 hari, disertai batuk pilek yang lebih dominan, dan semakin tambah sesak.
Saturasi oksigen di kasus Covid-19 juga menurun. Ini yang dianggap dr Mulya, berat bagi anak-anak .
Lebih lanjut dia menjelaskan, fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan setelah hari ke-6.
"Pada fase demam ini anak demam tinggi, dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya. Jangan sampai anak dehidrasi," ucapnya.
Pada fase kritis, di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan shock hipovolemik, yang menyebabkan pembuluh darah bocor.
Kalau cairan obat yang diberikan kurang, maka ada kemungkinan menyebabkan kematian.
Setelah hari ke-6 masuk ke fase penyembuhan.
Berbeda dengan kasus Covid-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama, antara hari ke-5 sampai hari ke-7, mulai ada gejala gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek. Di sinilah tanda-tanda biasanya makin berat.
"Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat, karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada Covid-19 demam bisa tinggi, tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun," kata dr Mulya. (*)
Gejala demam akibat DBD
- Virus beredar berada di dalam (Diremia)
- Demam langsung tinggi yang tidak juga turun.
- Turun setelah diberi obat penurun panas lalu naik kembali.
- Pasien banyak berkeringat karena kerja obat penurun panas.
- Diikuti sakit kepala di bagian kepala depan (frontal) atau terasa seperti di belakang mata.
- Wajah berwarna kemerahan.
Fase DBD pada anak-anak
- Fase demam (hari ke-1 sampai ke-3): demam tinggi dan anak-anak malas minum.
- Fase kritis (hari ke-3 sampai ke-6): terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan shock hipovolemik, yang bisa menyebabkan organ tubuh berhenti bekerja karena tak mendapat asupan darah yang cukup.
- Fase penyembuhan (setelah hari ke-6)
Gejala demam Covid-19
- Demam tidak terlalu tinggi
- Disertai gejala respirasi seperti batuk, pilek, sesak napas, susah menelan, dan anosmia.
Fase Covid-19 pada anak-anak:
- Demam cukup tinggi
- Pada hari ke-5 sampai 7 setelah demam muncul mulai timbul pilek, batuk, dan sesak napas yang semakin lama semakin berat.
- Saturasi oksigen turun
Halaman selanjutnya
...