Pemprov DKI Jakarta Hentikan Sementara Pemberian Vaksinasi menggunakan Vaksin AstraZeneca

Editor: AC Pinkan Ulaan
Pemprov DKI Jakarta telah menghentikan pemberian vaksin AstraZeneca, mengikuti instruksi Kementerian Kesehatan.

- Pemprov DKI Jakarta hentikan sementara pemberian vaksin AstraZeneca.

- BPOM akan melakukan uji toksisitas dan sterilitas vaksin AsraZeneca batch tertentu.

- Investigasi penyebab kematian Trio Fauqi Firdaus masih berlangsung.

- KIPI vaksin AstraZeneca marak di kelompok usia di bawah 40 tahun di Inggris.

WARTA KOTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta langsung menghentikan pemberian vaksin Covid-19 merek AstraZeneca, sesuai instruksi dari Kementerian Kesehatan RI.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pemerintah daerah tentu mengikuti arahan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat.

“vaksinasi Covid-19 merupakan program pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah hanya membantu memvaksinasi warganya saja,” kata Ariza di Balai Kota DKI pada Senin (17/5/2021).

Dia menambahkan, Pemprov DKI Jakarta akan mengikuti keputusan Pemerintah Pusat soal penggunaan vaksin yang aman untuk warganya. Pasalnya Pemprov DKI Jakarta hanya menyediakan tenaga kesehatan sebagai vaksinator, dan tempat sebagai lokasi penyuntikan vaksin.

Pengujian oleh BPOM

Untuk informasi, Kementerian Kesehatan menghentikan sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca batch (kumpulan produksi) CTMAV547, karena sedang diuji toksisitas dan sterilitas oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sebagaimana dilansir laman Kementerian Kesehatan RI, Juru bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi MEpid menyatakan bahwa pengujian itu merupakan bentuk kehati-hatian Pemerintah, untuk memastikan ekamanan vaksin.

Dokter Nadia juga menegaskan bahwa tidak semua batch vaksin AstraZeneca dihentikan distribusi dan penggunaannya.

Hanya Batch CTMAV547 yang dihentikan sementara, karena menunggu hasil investigasi dan pengujian dari BPOM yang memerlukan waktu satu hingga dua minggu.

DKI Jakarta

Dalam siaran pers Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa batch CTMAV547 berjumlah 448.480 dosis, dan telah didistribusikan untuk TNI dan sebagian ke DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.

Sayangnya Ariza tidak menjelaskan, apakah seluruh vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diterima DKI semuanya berasal dari batch CTMAV547 itu.

Untuk informasi, saat ini Pemprov DKI tengah menjalankan program imunisasi Covid-19 bagi warga usia 18 tahun ke atas, yang tinggal di permukiman padat. Vaksin yang digunakan bermerek AstraZeneca.

Ditengarai pengujian toksisitas dan sterilitas berkaitan dengan kasus meninggalnya seorang penerima vaksin AstraZeneca di DKI Jakarta pada 6 Mei 2021.

Orang itu bernama Trio Fauqi Firdaus, seorang pemuda berusia 23 tahun yang menjalani vaksinasi pada 5 Mei 2021.

Investigasi atas kasus ini masih dilakukan oleh Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), sehingga saat ini belum diputuskan kejadian itu adalah kasus KIPI.

Di bawah 40 tahun

Sementara itu, sebagaimana dilansir situs harian Standard di Inggris, Medical Healthcare products and Regulatory Agency (MHRA), atau BPOM-nya Inggris, menyarankan agar masyarakat berusia di bawah 40 tahun diberikan vaksin Covid-19 selain AstraZeneca.

Kalau di Inggris sana, alternatifnya adalah Pfizer-BionTech dan Moderna.

Dasar dari rekomendasi itu adalah meningkatkan kasus pembekuan darah hampir 100 persen dalam kurun waktu 2 minggu, dari 126.000 menjadi 250.000 kasus.

Tingkat risiko

Di negaranya Ratu Elizabeth II itu, terdata 19 orang mengalami pembekuan darah dan berujung kepada kematian, dari 20 juta orang yang mendapat vaksinasi AstraZeneca. Dengan begitu rasio risikonya adalah 1:1.000.000.

Pada 7 April lalu, Jonathan Van-Tam. seorang deputy chief medical officer, atau penasihat masalah kesehatan untuk Pemerintah Inggris, mengumumkan data yang cukup menjadi perhatian.

Katanya, risiko warga berusia di bawah 30 tahun mengalami KIPI serius, setelah divaksinasi dengan vaksin AstraZeneca, meningkat. Rasionya adalah 1,1 : 100.000.

Artinya satu dari 100.000 orang yang mendapat vaksin AstraZeneca kemungkinan mengalami masalah pembekuan darah.

Sementara tingkat risiko masyarakat kelompok usia di bawah 30 tahun untuk terkena Covid-19 parah karena tidak divaksinasi, sehingga harus dirawat di ICU, sebesar 0,8 : 100.000.

Namun, menurut pakar epidemiologi itu, tingkat risikonya berubah di kelompok usia 30 sampai 39.

Di kelompok ini, risiko mengalami pembekuan darah setelah mendapat vaksinasi AstraZeneca adalah 0,8 : 100.000.

Sementara risiko terkena Covid-19 yang parah dan harus dirawat di ICU sebesar 2,7 : 100.000.

Dengan kata lain manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca masih lebih besar daripada risikonya.

Hanya saja penelitian soal masalah ini masih terus berlangsung, dan tetap ada kemungkinan berubah.

Jangan panik

Karena itu CEO MHRA, Dr June Rain, tetap menyarankan agar masyarakat tidak usah panik dan menolak vaksinasi Covid-19. Sebab manfaat vaksin ini masih lebih besar dari risikonya.

Meskipun MHRA menyarankan agar Pemerintah menggunakan vaksin Covid-19 merek lain, untuk imunisasi masyarakat berusia di bawah 30 tahun, namun produk AstraZeneca tetap boleh digunakan.

Namun ada wanti-wantinya, yakni bila mengalami sakit kepala yang luar biasa, muntah-muntah, diare, sesak napas, dan kejang-kejang setelah vaksinasi, masyarakat harus segera ke rumah sakit atau dokter terdekat.

Gejala-gejala itu ditemukan pada kasus pembekuan darah setelah vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca di Inggris.

Tanda-tanda lainnya adalah memar dan ruam, yang merupakan tanda perjadi pendarahan di bawah kulit.

Sedangkan lembaga European Medicines Agency (EMA), yang merupakan BPOM-nya Uni Eropa telah menyimpulkan bahwa kasus pembekuan darah dengan jumlah platelet darah yang rendah, yang ditemukan pada sejumlah orang yang mendapat vaksin AstraZeneca, adalah efek samping yang sangat jarang. (Fajar Al Fajri)

Halaman selanjutnya

Di bawah 40 tahun

...

Berita Populer