WARTA KOTA -- India mengalami gelombang dua Covid-19 mulai pertengahan Maret 2021, yang jauh lebih buruk dari gelombang pertama yang terjadi pada Juni 2020.
Muncul kekhawatiran di antara para ahli patologi di dunia, gelombang kedua itu disebabkan oleh mutasi virus SARS-CoV-2 yang masih belum terdeteksi.
Mutasi virus SARS-CoV-2 memang menjadi perhatian para patolog di seluruh dunia, mengingat sampai saat ini pandemi Covid-19 belum tertangani.
Lintas benua
Apalagi virus ini sangat menular sehingga jumlah penderitanya terus meningkat, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian.
Sampai saat ini ada 7 varian SARS-CoV-2 akibat mutasi, namun laman GISAID menyebutkan 6 varian yang paling menjadi perhatian karena telah menyebar secara lintas benua.
Inilah keenam varian baru hasil mutasi SARS-CoV-2:
1. B.1.1.7
Varian ini disebut juga sebagai varian Inggris karena pertama kali ditemukan di Inggris .
Varian inilah yang paling mengkhawatirkan para pakar penyakit menular, sebab menyebar sangat cepat.
Hal itu berkat kemampuan menular yang lebih tinggi dari SARS-CoV-2 yang pertama, bahkan sampai 74 persen.
Menurut laman GISAID, kasus Covid-19 akibat B.1.1.7 sudah ditemukan di 50 negara, dengan jumlah kasus lebih dari 350.000 di seluruh dunia
Kemudian diketahui tingkat kemampuan varian ini membuat pengidapnya sakit (virulensi) lebih tinggi 64 persen dibandingkan virus corona 2 yang awal.
Untungnya, penyebaran B.1.1.7 ini masih bisa diatasi dengan vaksin Covid-19.
Menurut GISAID, varian ini ditemukan pula di Indonesia sebanyak 10 kasus.
2. B.1.427 & B.1.429
Varian ini pertama terdeteksi di Amerika Serikat, namun saat ini ditemukan di 21 negara.
Tingkat penularannya 20 persen lebih cepat dari SARS-CoV-2 generasi awal, tapi tidak secepat varian Inggris. Karena itu para patolog tak terlalu mengkawatirkannya.
Hanya saja varian ini ditemukan mampu mengelabui antibodi yang terbentuk di tubuh mantan pasien Covid-19, atau di tubuh orang yang sudah mendapat vaksinasi Covid-19.
Sedang kemampuannya membuat tubuh inangnya sakit belum diketahui.
Laman GISAID melansir bahwa tak ada laporan kasus B.1.427 dan B.1.429 di Indonesia.
3. B.1.352
Varian ini juga sering disebut sebagai varian Afrika Selatan, sebab terdeteksi pertama kali di Afrika Selatan.
Namun, menurut GISAID, varian ini dilaporkan ditemukan pula di 49 negara lainnya.
Tingkat kecepatan penularannya juga tinggi, yakni 50 persen lebih cepat dari virus asal. Namun tingkat virulensinya sama dengan virus corona 2 yang pertama.
Hanya saja, varian ini tak bisa diatasi dengan antibodi yang terbentuk dari virus corona 2 generasi awal.
Sampai saat ini belum ada laporan kasus B.1.352 di Indonesia.
4. B.1.617
Varian ini juga disebut varian India karena pertama kali ditemukan di negara tersebut.
Belum banyak yang diketahui para ilmuwan dan pakar patologi dari varian ini.
Saat ini barian B.1.617 ditemukan pula di 14 negara lainnya, namun belum ada laporan ditemukan di Indonesia.
Kemudian ada pula varian baru di India, yang disebut B.1.618, yang terdeteksi di wilayah Bengal Barat.
Namun juga belum banyak yang dietahi dari virus ini.
Virus ini juga dilaporkan ditemukan di 8 negara lain, termasuk Singapura. Kuat dugaan varian ini dibawa oleg orang-orang yang bepergian dari India ke negara-negara tersebut.
5. P.1
Varian ini sebenarnya pertama kali terdeteksi di Jepang pada 4 orang, namun keempat orang itu baru saja datang dari Brasil. Maka varian ini akhirnya disebut varian Brasil.
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya varian ini di wilayah Amazonas di Brasil.
Kemampuan varian ini dalam kecepatan penularan sampai 152 persen, sedangkan tingkat virulensinya sebesar 45 persen.
Varian ini juga diketahui tidak terlalu mempan dengan antibodi yang terbentuk dari virus corona generasi awal.
Varian ini sudah dilaporkan terdeteksi di 26 negara selain Brasil, namun tak ada laporan penemuan varian ini di Indonesia.
6. 1.525
Varian ini ditemukan pertama kali di Inggris dan Nigeria, namun tidak serta-merta disebut sebagai varian Inggris atau Nigeria.
Belum banyak yang diketahui dari varian yang ini, terutama falam hal kecepatan penularan dan virulensi.
Menurut laman GISAID, varian ini sudah ditemukan di 40 negara, termasuk Indonesia dengan 1 kasus yang dlaporkan.
Halaman selanjutnya