WARTA KOTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum mengeluarkan fatwa soal kehalalan vaksin Covid-19 merek AstraZeneca, sebab masih membutuhkan sejumlah informasi.
Meskipun begitu, MUI telah selesai mengkaji kandungan vaksin buatan Swedia dan Inggris itu.
"Terkait fatwa, hari ini kita telah merampungkan, cuma masih meerapihkan draft-nya. Dan ini karena ada pertanyaan dari Pemerintah dan Menko Ekonomi, dan jawabannya kita kirim ke mereka karena sifatnya agak tertutup," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda, Selasa (16/3/2021).
Miftahul mengatakan, kemungkinan besar rekomendasi MUI adalah tidak memberikan vaksin AstraZeneca ke masyarakat. Namun Miftahul tak menjelaskan secara detail faktor penyebabnya.
"Iya (besar kemungkinan vaksin itu tidak digunakan). Ada banyak faktor ya penyebabnya. Termasuk di berbagai negara kan juga ditangguhkan dulu ya untuk yang vaksin AZ (AstraZeneca) ini," ujarnya.
Tunda distribusi
Sementara pada Selasa siang tadi, Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa mereka menunda distribusi vaksin Covid-19 merek AstraZeneca ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Menurut dr Siti Nadia Tarmizi M Epid, selaku Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dalam jumpa pers, keputusan penundaan ini pertimbangan kehati-hatian.
Namun itu tak ada hubungannya dengan beberapa kasus penggumpalan darah setelah vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca, yang terjadi di Eropa.
"Kami ingin mengikuti arahan Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), karena Badan POM dan ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan parah ahli sedang melihat kembali, apakah kriteria penerima vaksin, yang tadinya sudah dikeluarkan yang ditujukan untuk penggunaan vaksin Sinovac dan Biofarama, akan sama kriterianya dengan penggunaan vaksin AstraZeneca," kata dr Nadia.
Sambil menunggu rekomendasi dari BPOM, ITAGI, dan para pakar, Kementerian Kesehatan akan melakukan pemeriksaan fisik (quality control) vaksin AstraZeneca yang sudah tiba di Indonesia.
"Apakah ada vialnya yang rusak, kemasan yang kondisinya tidak baik, perubahan warna. Ini yang akan kami periksa dulu sebelum didistribusikan kepada fasyankes," kata dr Nadia.
Rentang waktu dosis kedua
Menurut Nadia lagi, BPOM juga mengkajji lagi rentang waktu pemberian vaksin Covid-19 dosis kedua.
"Karena kita tahu kemarin WHO menyatakan bahwa rentang waktu optimal untuk dosis kedua vaksin AstraZeneca adalah 9 sampai 12 minggu kemudian," katanya.
Dengan rekomendasi indikasi (penggunaan( vaksin AstraZeneca, Kementerian Kesehatan akan menentukan kelompok masyarakat yang paling tepat untuk memperoleh vaksin merek ini.
Apalagi pengiriman pertama vaksin AstraZeneca memiliki masa simpan (shelf life) yang singkat, yakni hanya sampai Mei 2021.
EUA
BPOM sendiri telah mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin AstraZeneca pada 22 Februari 2021.
Vaksin AstraZeneca yang tiba pada pengiriman pertama, sebagaimana disebutkan dalam siaran pers BPOM bertanggal 9 Maret 2021, berjumlah 1.113.600 dosis. Pihak BPOM kemudian mengambil sejumlah vial untuk sampel untuk pemeriksaan fisik vaksin, mengecek suhu penyimpanan, kesesuaian bets, tanggal kadaluwarsa, dan sebagainya.
Dua tempat produksi
“Vaksin AstraZeneca didaftarkan ke Badan POM melalui 2 jalur, yaitu jalur bilateral oleh PT Astra Zeneca Indonesia, dan jalur multilateral melalui mekanisme COVAX Facility yang didaftarkan oleh PT.Bio Farma," kata Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito, yang dimuat siaran pers tersebut.
Vaksin AstraZeneca yang diperoleh Indonesia melalui mekanisme COVAX Facility diproduksi oleh SK Bioscience Co Ltd, di Korea Selatan, dan telah masuk dalam daftar yang disetujui oleh WHO Emergency Use Listing.
Sementara vaksin Astra Zeneca yang didaftarkan melalui jalur bilateral adalah produksi AstraZeneca Eropa dan Siam Bio Science Thailand.
Karena fasilitas produksinya berbeda maka BPOM harus melakukan evaluasi kembali, untuk memastikan bahwa khasiat, keamanan, dan mutunya sesuai.
Negara lain yang menggunakan
Vaksin Covid-19 Vaccine AstraZeneca sudah disetujui di beberapa negara, antara lain Inggris, Uni Eropa, Kanada, Arab Saudi, Mesir, Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.
Vaksin AstraZeneca adalah vaksin kedua yang disetujui masuk dalam daftar WHO-Emergency Use Listing (EUL), setelah vaksin produksi Pfizer BioNtech.
Evaluasi BPOM
“Badan POM telah melakukan proses evaluasi untuk keamanan, khasiat, dan mutu dari vaksin AstraZeneca tersebut. Proses evaluasi dilakukan bersama-sama dengan tim ahli yang tergabung dalam Komite Nasional Penilai Obat, ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization), dan klinisi terkait lainnya,” kata Penny.
Untuk evaluasi Keamanan, berdasarkan data hasil uji klinis yang disampaikan, vaksin ini dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik.
Dalam uji klinis itu, vaksin AstraZeneca diberikan 2 dosis dengan rentang waktu 4-12 minggu kepada total 23.745 subjek.
Dari evaluasi Khasiat, pemberian vaksin AstraZeneca menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibodi, baik di populasi dewasa maupun lanjut usia.
Efikasi vaksin dengan 2 dosis standar, yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan sekitar 2 bulan, menunjukkan efikasi sebesar 62,10 persen.
Hasil ini sesuai dengan persyaratan efikasi untuk penerimaan emergensi yang ditetapkan oleh WHO, yaitu minimal efikasi 50 persen.
Sedangkan untuk aspek Mutu, Badan POM menyatakan melakukan evaluasi menyeluruh dari dokumen mutu yang disampaikan, dengan hasil bahwa vaksin secara umum telah memenuhi syarat.
Halaman selanjutnya
...