Paru-paru Irwandi Sempat Berkabut Akibat Covid-19

Penulis: Desy Selviany
Editor: AC Pinkan Ulaan
Irwandi, Wakil Wali Kota Jakarta Pusat. Paru-parunya sempat berkabut akibat virus corona 2.

WARTA KOTA -- Jangan pernah menyepelekan Covid-19, biarpun penyakit ini tak memunculkan gejala.

Itulah saran dari Irwandi, Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, yang merupakan penyintas Covid-19.

Saat itu, kata Irwandi, dia masuk golongan kasus Orang Tanpa Gejala (OTG).

"Jadi terpapar Covid-19 ada yang bergejala dan tidak bergejala. Saya masuk ke tidak bergejala karena masih dapat mencium bau dan mengecap rasa," ujarnya dalam wawancara di Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2021).

Kabut di paru

Namun, lanjutnya, meski OTG, pasien dengan Covid-19 tetap tidak boleh mengabaikan kesehatan.

Sebab, berdasarkan pengalamannya virus SARS-CoV-2 dapat masuk ke paru-paru, sehingga membuat seseorang mengalami sesak nafas secara tiba-tiba.

Itulah yang dialaminya saat menjadi pasien OTG Covid-19 di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Saat itu, kata Irwandi, dia terpapar Covid-19 sebelum adanya ledakan kasus penularan, sehingga masih bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit meski OTG.

Di rumah sakit kontrol tenaga kesehatan kepada pasien cukup intensif. Misalnya saja dia beberapa kali diminta menjalani magnetic resonance imaging (MRI) paru.

Dalam MRI terlihat bahwa virus Covid-19 sudah menyelimuti paru-parunya.

Namun, kata Irwandi, kondisinya belum terlalu parah lantaran kabut di paru-parunya tidak terlalu tebal.

"Jadi itu yang bahaya. Karena apabila kabut tebal di paru-paru, maka disebut bisa gagalkan fungsi pernafasan," kata Irwandi.

Hal itulah yang banyak menyebabkan pasien Covid-19 meninggal dunia.

Minta MRI

Berdasarkan pengalamannya, Irwandi menyarankan kepada pasien OTG agar selalu mawas diri.

Bila perlu, pasien Covid-19 minta MRI ke dokter apabila menunjukan gejala sesak nafas.

Pasalnya tes polymerase chain reaction (PCR) tidak sampai menemukan dampak serius dari Covid-19.

Tes PCR hanya untuk mengetahui orang tersebut terpapar Covid-19.

Selain itu, katanya lagi, proses penyembuhan Covid-19 tidak selalu hanya 14 hari. Dia sendiri dirawat di RS Pertamina Jaya selama empat minggu.

Hal itu lantaran dampak Covid-19 masih muncul di tubuhnya, meski sudah tidak dapat menularkan ke orang lain.

Maka dari itu, kata Irwandi, pencegahan penularan Covid-19 harus menjadi hal serius bagi masyarakat.

Terlebih sampai saat ini penyakit tersebut belum memiliki obat yang mujarab dalam menyembuhkan penderitanya.

Mahal

Ditambah lagi, biaya perawatan Covid-19 untuk satu pasien bisa lebih dari Rp 400 juta bila dirawat di rumah sakit swasta.

Irwandi mendapatkan informasi itu dari Kasudin Kesehatan Jakarta Pusat, Erizon Safari.

Angka itu, kata Irwandi, didapat dari keperluan pasien Covid-19 dan tenaga medis yang merawat pasien dengan penyakit menular.

Misalnya saja, setiap perawat membutuhkan pakaian hazmat dan masker khusus yang harus rutin diganti berkala.

Selain itu biaya tabung oksigen, ruang ICU, dan ventilator juga tidak murah. Sehingga, apabila dikalkulasi perawatan satu pasien terpapar Covid-19 di rumah sakit mencapai Rp 400 juta lebih.

"Namun untungnya Pemprov DKI Jakarta menunjuk rumah sakit-rumah sakit khusus untuk merawat pasien Covid-19 secara gratis," ujar Irwandi.

Jadi yang harus keluar uang dalam jumlah besar itu adalah Pemprov DKI Jakarta.

Menurut Irwandi, dana untuk merawat pasien Covid-19 di DKI Jakarta sangatp besar, yakni menghabiskan hampir separuh dari anggaran yang dimiliki DKI Jakarta.

Maka dari itu, Irwandi memohon agar masyarakat tidak menyepelekan penularan Covid-19.

Karena selain dapat merenggut nyawa seseorang, Covid-19 juga bisa menguras dompet.

Penuh

Terlebih pada masa puncak pandemi, tingkat keterisian rumah sakit untuk perawatan Covid-19 sudah mencapai 90 persen kapasitas.

Sehingga dikhawatirkan tidak dapat lagi menampung pasien-pasien dengan gejala sedang hingga berat.

Maca puncak itu biasanya terjadi sekitar seminggu sampai 2 pekan setelah liburan cukup panjang.

Irwandi menjelaskan, pemerintah kota administrasi Jakarta Pusat sudah menyiapkan lokasi isolasi massal, apabila pasien gejala ringan hingga sedang tidak tertampung lagi di rumah sakit.

Lokasi isolasi massal itu berada di Gedung Kesenian Jakarta dan Gelanggang Olahraga (GOR) di delapan kecamatan di Jakarta Pusat.

"Tapi mudah-mudahan tempat-tempat isolasi massal tersebut tidak sampai terpakai, karena jumlah penularan dapat ditekan," harap Irwandi.

Irwandi menjelaskan, di Jakarta, yang jumlah penduduknya padat, membuat isolasi mandiri di rumah sulit dilakukan.

Misalnya di Jakarta Pusat, mayoritas warganya tinggal di permukiman padat. Rumah seluas 25 meter persegi dihuni lebih dari lima anggota keluarga.

Apabila isolasi mandiri di rumah dipaksakan dengan tempat tidak layak, justru akan membuat penularan Covid-19 klaster keluarga terus bertambah.

Di hotel

"Saya juga menghargai ya dengan adanya program rumah sakit bekerja sama dengan hotel-hotel. Karena itu memudahkan pasien gejala ringan hingga sedang untuk isolasi," kata Irwandi.

Menurut Irwandi, biaya isolasi di hotel jauh lebih terjangkau ketimbang isolasi di rumah sakit.

Sebab satu pasien Covid-19 hanya perlu membiayai satu kamar isolasi, setara dengan harga kamar hotel bintang tiga.

Selain itu, beberapa perawat dan dokter juga dapat menagnani banyak pasien sehingga tidak memerlukan banyak hazmat.

"Akan tetapi, karena program kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sudah terhenti, maka saat ini warga yang hendak isolasi di hotel harus membiayai dari kocek pribadi," ujar Irwandi.

Menurut informasi yang didapatnya, satu pasien Covid-19 yang dirawat di hotel harus keluar biaya Rp 600.000 sampai Rp 1 juta untuk satu hari perawatan.

Maka, apabila diisolasi selama 14 hari, maka pasien harus keluar uang Rp 14 juta sampai terbebas dari Covid-19.

"Jadi itu tetap saja jatuhnya mahal yah. Maka kalau bisa hindari semaksimal mungkin Covid-19, yakni dengan cara 3 M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak)," tandas Irwandi.

Berita Populer