WARTA KOTA -- Di saat para dokter dan pakar kesehatan masih berkutat mempelajari virus corona 2, ternyata virus penyebab Covid-19 ini sudah bermutasi.
Mutasi tersebut menghasilkan varian baru, yang pertama kali ditemukan di Inggris pada September lalu.
Varian ini lalu disebut VUI-202012/01, yang artinya Variant Under Investigation yang pertama ditemukan pada Desember 2020.
Namun varian ini juga disebut sebagai B117, atau varian Inggris sesuai negara tempat ia kali pertama ditemukan.
Lebih menular
Celakanya, sebagaimana dilansir laman Gov.UK, varian ini lebih menular dari virus induknya.
Informasi tersebut diperoleh dari data dari penelitian pengurutan gen (genome sequencing), epidemiologi, dan merekonstruksi (modelling) penyebaran varian baru virus itu.
Namun, sampai saat ini para ahli biologi molekuler, dokter, dan epidemiolog di Inggris itu belum menemukan bukti B117 menyebabkan sakit yang lebih parah, atau lebih mematikan.
Para pakar tersebut juga belum memahami sepenuhnya, mekanisme yang membuat penularan terjadi lebih cepat.
Mereka berpegangan kepada fakta di lapangan, di mana penyebaran B117 terjadi sangat cepat di sebuah kelompok masyarakat.
Sementara, hasil rekonstruksi (modelling) memperlihatkan bahwa tingkat penularan (transmission rate)-nya lebih cepat 70 persen dibandingkan virus yang sudah ada sebelumnya.
Bagian yang berubah
Menurut mereka, cara mengendalikan virus ini masih sama dengan virus sebelumnya, yakni menjaga jarak dan mengurangi kontak dengan orang lain, mencuci tangan, serta mengenakan masker.
Mutasi virus ini terjadi di bagian spike protein (S-protein), atau bagian seperti tanduk-tanduk kecil yang menonjol keluar, dan menjadi ciri khas keluarga virus corona.
S-protein inilah bagian dari virus yang membuat semua virus corona menular. Bagian ini pula yang merobek sel manusia, sehingga virusnya bisa masuk ke sel.
Chris Whitty, Chief Medical Officer Inggris, mengatakan bahwa varian baru ini memiliki 23 perubahan, termasuk 17 mutasi kunci non-synonymous (perubahan yang mengubah urutan asam amino).
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kemungkinan perubahan itu memengaruhi kecepatan penularan virus di manusia.
Namun WHO menegaskan pula bahwa virus ini membutuhkan penelitian yang lebih mendalam di laboratorium.
Sudah diduga sebelumya
Mutasi virus corona 2 ini bukan hal yang aneh, bahkan sudah diperkirakan sebelumnya. Pasalnya, virus memang selalu bermutasi sehingga varian baru muncul secara teratur.
Kehadiran B117 pertama kali terungkap pada September 2020, dan penyebarannya tidak menarik perhatian sampai pertengahan November.
Ketika itu para ahli bertanya-tanya soal jumlah kasus positif di Kent yang tidak juga turun, meskipun sudah dilakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Hasil penyelidikan menemukan varian baru ini, ketika banyak kasus positif di London dan Essex terkait dengan sebuah klaster.
Temuan ini lalu dilaporkan kepada New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (NERVTAG) dan Kementerian Kesehatan Inggris.
Anak-anak
Seorang peneliti yang juga anggota NERVTAG, Neil Ferguson, mengungkapkan pendapatanya bahwa ada kemungkinan virus ini lebih menular pada anak-anak.
"Ada gelagat bahwa varian baru ini memiliki kecenderungan besar menulari anak-anak," katanya dalam sebuah pengarahan bagi awak media, yang dikutip oleh CNN.
Namun dia juga menambahkan, penelitian lanjutan perlu dilakukan.
Selama ini memang jarang ditemukan kasus Covid-19 yang menyerang anak-anak.
Meskipun varian baru ini pertama kali terungkap di Inggris, Sharon Peacock, seorang profesor kesehatan masyarakat dan mikrobiologi di University of Cambridge, mengingatkan bahwa para ahli belum tahu secara pasti asal varian ini.
Apakah memang benar mutasi terjadi di Inggris, atau terjadi di tempat lain namun terbawa ke Inggris.
Mengelabui
Sedangkan sebuah artikel di laman Live Science menyebutkan, mutasi yang terjadi membuat B117 tidak lagi memiliki dua asam amino yang dikenal dengan nama 69-70 Delta.
Para peneliti berasumsi, hal ini bisa mengelabui sistem imunitas manusia sehingga tak melakukan perlawanan terhadap virus B117 ini.
Sebuah penelitian lain menyatakan, hilangnya dua asam amino itu membuat deteksi melalui tes PCR menjadi salah.
Selama ini beberapa tes PCR mendeteksi virus corona 2, dengan hanya mencari S-protein virus yang memang menjadi ciri khas virus ini.
Namun karena dua asam amino telah hilang, S-protein pun tidak terdeteksi sehingga hasil tes menunjukkan negatif.
Maka pihak Pemerintah Inggris menginstruksikan agar pemeriksaan PCR dilakukan secara lengkap, bukan hanya sekadar mencari S-protein, sehingga hasilnya akurat.
Halaman selanjutnya