WARTA KOTA -- Masih banyak yang belum diketahui dokter dan para ahli dari Covid-19.
Penelitian terhadap penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, atau virus corona 2, ini masih terus berlangsung.
Berbagai gejala baru yang ditimbulkan terus bermunculan sehingga muncul istilah "penyakit seribu wajah" untuk Covid-19.
Selain itu, akibat apa saja yang disebabkan penyakit ini kepada penderitanya juga masih terus didalami.
Covid-19 dapat menyerang siapa saja tanpa pandang bulu, dan manifestasinya bisa ringan, sedang, dan berat.
Walaupun sebagian besar, infeksi Covid-19 memiliki gejala yang ringan, namun di orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) akan memperburuk penyakitnya dan Covid-19 itu sendiri.
Seperti halnya kepada pasien jantung. Ketika terkena Covid-19 akan memperparah penyakit jantungnya dan juga infeksi Covidnya.
Infeksi jantung
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Dr dr Rita Zahra SpJP (K) mengatakan, ternyata ada empat persen pasien Covid-19, walaupun sebelumnya tidak punya komorbid apapun di jantungnya, ternyata mengalami infeksi jantung.
Hal inilah yang kemudian membahayakan pasien, yang berujung kepada kematian.
Sementara kepada pasien jantung, obat-obatan tertentu untuk mengatasi infeksi virus bisa menimbulkan efek samping gangguan irama jantung.
“Dari jurnal diketahui, pemakaian obat tertentu untuk melawan virus ada efek samping yang menyebabkan gangguan irama jantung. Sehingga harus hati-hati dan perlu monitoring menyeluruh, agar tidak terjadi komplikasi dan menjaga agar obat tidak ada efek pada jantung,” kata dokter Rita saat menjadi pembicara di Radio Kesehatan dengan tema "Infeksi Covid-19 Pada Pasien Berpenyakit Jantung", Kamis (15/10/2020).
Dia menjelaskan, pasien yang sudah memiliki penyakit penyerta, termasuk penyakit jantung, ginjal, diabetes, keganasan, apabila terkena Covid-19 memiliki dampak lebih besar daripada tidak ada komorbid.
“Dengan komorbid gagal ginjal, adanya Covid 19 akan lebih cepat gagal ginjalnya. Gagal jantung akan menjadi lebih parah, yang punya keganasan daya tahan lebih cepat turun. Walaupun dalam perjalanannya, bisa juga terkena infeksi berat walaupun tidak punya komorbid,” ujar dr Rita.
Kekuatan jantung menurun
Dari jurnal dilaporkan ada 4-5 persen pasien Covid-19 yang terkena penyakit jantung, padahal sebelumnya tidak ada komorbid penyakit jantung.
Selain menyerang paru-paru, Covid-19 bisa menyebabkan infeksi otot jantung. Akibatnya, kekuatan jantung tiba-tiba menurun tajam.
Bila seharusnya dapat memompa darah 5 liter per jam, tiba-tiba turun sehingga distribusi menurun yang membuat memperparah infeksi Covid-19.
Apakah kondisi penyakit jantung pada pasien Covid-19 menetap?
“Masalahnya infeksi Covid-19 yang mengena jantung itu membuat parah. Keparahannya bisa fatal dan tidak tertolong. Kalaupun sembuh, ada alat yang dipasang pengganti kerja jantung sehingga jantung bisa recovery dari virus,” ujar dokter Rita.
Sesak napas
Sesak menjadi gejala khas pada pasien Covid-19. Sementara pada pasien penyakit jantung, ketika terjadi serangan jantung, sesak juga jadi gejala.
Bagaimana membedakannya? Menurut dokter Rita tidak mudah membedakan sesak karena Covid-19 atau penyakit jantung.
Namun bagi pasien jantung, ketika terjadi sesak dan saat diminumi obat, sesak biasanya akan mereda.
Untuk memastikan apakah karena Covid-19 atau penyakit jantung, harus dilakukan tes laboratorium untuk memastikan apakah sudah ada infeksi virus atau tidak.
Rutin minum obat
Terlebih klaster rumah juga sangat banyak. Ada anggota keluarga yang positif tapi tidak bergejala, namun akhirnya membawa virus ke rumah dan mengenai pasien jantung.
Dia menyarankan, di saat pandemi para pasien jantung harus tetap mengonsumsi obat secara rutin.
Bila tidak terjadi kedaruratan, pasien bisa berkonsultasi secara daring, obat-obatan juga diantar.
Rumah sakit juga terus beradaptasi dengan melakukan poli daring di seluruh Indonesia, termasuk RS Harapan Kita sebagai rujukan penyakit jantung.
Selain itu, pasien dan pihak keluarga juga harus mencari informasi rumah sakit yang bisa menerima pasien jantung.
Pasalnya di era pandemi Covid-19 ada beberapa rumah sakit yang menjadi rujukan Covid-19, dan tidak menerima pasien penyakit lain.
Hal ini tentu menjadi masalah besar ketika terjadi serangan jantung, ternyata yang dituju adalah rumah sakit khusus Covid-19.
Sementara pasien serangan jantung harus berpacu dengan waktu untuk mendapatkan perawatan, untuk menghindari kecacatan dan kematian.
Di rumah sakit yang menerima pasien jantung pun jumlah volume layanan menurun.
Pasalnya pihak rumah sakit butuh waktu lama, di antaranya untuk persiapan ruangan, menjaga tidak ada kontak dengan pasien satu dengan lainnya, tidak ada kontak pasien dengan tenaga kesehatan.
“Dulu, RS Harapan Kita bisa melakukan 8 operasi jantung setiap harinya. Tapi sejak pandemi, menurun,” kata dokter Rita tanpa menyebutkan angka penurunannya. (Lilis Setyaningsih)
Halaman selanjutnya
...