Mengenal Predatory Pricing yang Bisa Mematikan UMKM
Aktivitas belanja online melahirkan praktik predatory pricing, yang bisa mematikan UMKM sebuah negara.
Penulis: Mochammad Dipa | Editor: AC Pinkan Ulaan
“Kalau mengingatkan bagaiamana penjual dapat mengakses barang-barang dari luar negeri saya setuju, karena ini bukan berarti pembatasan barang impor. Penjual di Tokopedia yang berjualan barang impor tentunya melakukan proses impor sesuai dengan pedagang-pedagang yang berjualan offline. Seperti proses pembayaran cukai dan pajak, yang sama seperti penjualan secara offline,” kata Nuraini.
Senada dengan Nuraini, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun, mengatakan bahwa Permendag Nomor 50 Tahun 2020 ini bukan untuk melarang barang impor, melainkan mempersilahkan impor barang online tapi mengikuti cara impor seperti penjualan secara offline.
“Nah ini benar. Berarti kan pembiayaannya sama, harganya tidak akan menjadi price predatory,” ucapnya.
Keunikan
Sedangkan, Legal & Government Relations JD.ID, Osdi Alam Pratama, memandang bahwa produk UMKM lokal haruslah memiliki sesuatu yang unik, yang tidak ada di tempat lain.
Hal ini agar produk UMKM lokal bisa disukai oleh pasar, dan akhirnya mampu bersaing dengan produk barang impor dan disukai oleh pasar.
“UMKM harus punya signature, harus bikin yang beda supaya menang dari produk impor, dan supaya jadi kualitas ekspor. Karena di perekonomian modern saat ini ditentukan oleh pasar. Itupun yang terjadi fenomena jilbab impor, karena ada pasar yang menentukan. Lagi-lagi permainan harga yang terjadi,” ujar Osdi. (Mochammad Dipa)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!