Vaksin Covid 19

Fatwa MUI Menyatakan Vaksinasi Covid-19 Tidak Membatalkan Puasa

MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan vaksinasi Covid-19 tidak membatalkan puasa.

Penulis: AC Pinkan Ulaan | Editor: AC Pinkan Ulaan
Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan vaksinasi Covid-19 tidak membatalkan puasa. Keterangan foto: Raffi Ahmad mendapat vaksinasi Covid-19 di Istana Kepresidenan pada Rabu (13/1/2021). 

WARTA KOTA WIKI -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa vaksinasi Covid-19 tidak membatalkan puasa seorang Muslim.

Meski begitu, rekomendasi MUI adalah melakukan vaksinasi Covid-19 pada malam hari, setelah umat berbuka puasa dengan alasan keamanan.

Fatwa MUI itu memiliki Nomor 13 Tahun 2021, tentang "Hukum Vaksinasi Covid-19 Saat Berpuasa", yang diputuskan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat dalam sidang pleno pada Selasa (16/3) siang.

“Ini sebagai panduan bagi umat Islam agar dapat menjalankan puasa Ramadhan dengan memenuhi kaidah keagamaan. Pada saat yang sama, ini dapat mendukung upaya mewujudkan herd immunity melalui vaksinasi Covid-19 secara masif,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, sebagaimana dikutip dari siaran pers MUI.

Injeksi

Dalam fatwa tersebut MUI menekankan bahwa vaksinasi Covid-19 dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot. Cara ini dikenal juga dengan istilah injeksi intramuskular, dan dinyatakan tidak membatalkan puasa.

“Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular (suntik) tidak membatalkan puasa. Hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa, dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar),” ujar KH Asrorun Niam Sholeh.

Melalui fatwa ini, MUI menyatakan agar Pemerintah tetap melakukan vaksinasi Covid-19 pada bulan Ramadhan. Dengan begitu penularan Covid-19 dapat dikendalikan.

Malam hari

Hnaya saja vaksinasi pada bulan Ramadhan juga harus memperhatikan kondisi subjek yang sedang berpuasa.

Karena itu, agar vaksinasi tetap berlangsung lancar, ujar Kiai Niam, fatwa itu juga merekomendasikan agar vaksinasi dilaksanakan pada malam hari.

Pasalnya, vaksinasi pada siang hari dikhawatirkan bisa membahayakan masyarakat yang sedang berpuasa, karena kondisi fisik mereka lemah.

Kiai Niam juga menyarankan agar umat Islam berpartisipasi dalam program imunisasi Covid-19 ini.

“Umat Islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan oleh Pemerintah, untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari wabah Covid-19,” tandasnya.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa vaksinasi adalah tindakan memasukkan vaksin ke tubuh, untuk meningkatkan produksi antibodi guna menyangkal penyakit tertentu.

Sampai saat ini cara vaksinasi yang umum ada dua, yakni injeksi dan diteteskan ke dalam mulut. Vaksinasi Covid-19 menggunakan cara yang pertama.

Pendapat ulama

Komisi Fatwa MUI melampirkan pendapat beberapa ulama yang mendasari Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 ini.

Yang pertama adalah pendapat Ibnu al-Hammam al-Hanafi dalam kitab Fathu al-Qadir (2/330), yang menyatakan bahwa yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk lewat rongga yang lazim, seperti mulut, kubul, dan dubur.

Pendapat kedua adalah ungkapan al-Rafi'i yang dikutip oleh al-Nawawi dalam kitab al-Majmu (6/313).

Di sana disebutkan bahwa sesuatu yang masuk ke perut dan membatalkan puasa itu dengan syarat masuknya lewat rongga yang terbuka, dengan sengaja dan dalam keadaan tidak lupa.

Pendapat ketiga adalah pendapat Imam al-Ramli dalam kitab Nihayah al-Muhtaj ilya Syarh al-Minhaj (3/165), yaitu jika sesuatu yang sampai pada perut itu terasa bermanfaat sebagai nutrisi bagi badan (makanan atau minuman), maka itu membatalkan puasa.

Yang keempat adalah pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim Syarh al-Mukoddimah al Hadramiyah (246), yaitu bahwa termasuk yang membatalkan puasa adalah masuknya sesuatu ke saluran perut melalui jalur rongga badan yang terbuka. Sedangkan minyak oles, celak, atau air sebab mandi yang masuk lewat pori-pori tidka membatalkan.

Lalu ada pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab Raudlatu al-Thalibin wa Umdatu al-Muftin (2/358), tentang masuknya obat ke dalam tubuh yang tidak membatalkan puasa.

"Jika obat dimasukkan ke dalam daging betis atau dimasukkannya obat melalui pisau sehingga sampai pada otak, maka puasanya tidak batal karena tempat tersebut tidak termasuk bagian dari perut." (*)

Ikuti kami di
969 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved