Wabah Covid 19

Di Belanda Air Susu Ibu Dipakai untuk Merawat Pasien Covid-19

Para peneliti di Belanda menawarkan gagasan menggunakan air susu ibu (ASI) untuk mengobati pasien Covid-19.

Penulis: AC Pinkan Ulaan | Editor: AC Pinkan Ulaan
Pixabay/Gdakaska
Air susu ibu mengandung antibodi yang dapat melindungi bayinya dari virus. 

WARTA KOTA -- Pandemi Covid-19 yang membuat dunia lumpuh saat ini, memacu banyak peneliti berlomba menemukan cara untuk mengatasi penyakit ini.

Upaya ini bukan saja dalam hal penemuan vaksin dan obat, melainkan juga cara untuk menyelamatkan orang-orang yang paling rentan terpapar Covid-19.

Baru-baru ini para peneliti di Emma Children Hospital Amsterdam UMC, Belanda, merilis hasil penelitian mereka, yakni air susu ibu (ASI) untuk meningkatkan antibodi manusia.

Sebagaimana dilansir Daily Mail, ASI itu dibekukan menjadi es batu untuk diisap-isap oleh si pasien.

Es batu mencair pelan-pelan di mulut.
Es batu mencair pelan-pelan di mulut. (Pixabay/Bru-NO)

Para peneliti tersebut menyatakan temuan mereka ini sangat cocok untuk menghadapi gelombang kedua wabah Covid-19 di Eropa, di saat vaksin dan obat belum ditemukan.

Antibodi dalam ASI

Menurut Daily Mail, para peneliti Belanda itu terinspirasi dari penggunaan plasma darah untuk mengobati pasien Covid-19 yang kondisinya gawat.

Metode plasma darah adalah menggunakan darah pasien Covid-19 yang sembuh, untuk menyembuhkan penyakit ini. Soalnya di darah pasien itu sudah terbentuk antibodi alami untuk menghadapi virus SARS-CoV-2.

Hanya saja, para peneliti itu tidak meneliti darah lagi tetap ASI. Pasalnya, selama ini diketahui bahwa ASI mengandung antibodi sang ibu.

Asumsi ini ternyata tepat, sebab mereka menemukan antibodi dalam ASI 30 perempuan yang sembuh dari Covid-19.

Penelitian yang dimulai pada bulan April lalu itu kemudian melihat, antibodi dalam ASI itu berhasil mencegah virus corona berkembang biak dalam cawan petri.

"Kami tahu bahwa ASI melindungi bayi yang baru lahir, dari infeksi saluran pernapasan karena di dalam ASI terkandung antyibodi. Dengan menyusui, ibu membagikan antibodinya kepada bayi," kata Dr Britt van Keulen, salah satu peneliti tersebut.

Antibodi di dalam ASI itu juga bertahan dalam proses pasteurisasi dan pembekuan.

Dengan begitu, ASI yang mengandung antibodi ini disa dipasteurisasi, lalu dibuat menjadi es krim atau hanya es batu.

Kenapa harus es?

Van Keulen juga menjelaskan alasan timnya memilih membekukan ASI itu, untuk disantap para pasien.

Katanya, antibodi harus menyentuh membran mucous di tubuh manusia, agar bisa menempel dengan efektif.

Membran mucous adalah lapisan sel di sekeliling organ tubuh. Sel ini mengeluarkan cairan kental untuk untuk melindungi organ tubuh itu dari virus.

Membran mucous juga ditemukan di dinding dan langit-langit mulut manusia, sehingga es krim atau es batu dirasa sebagai bentuk paling tepat untuk mengantarkan antibodi itu.

"Kalau bentuknya cairan akan hilang dengan cepar masuk ke kerongkongan. Karena itu kami membentuknya menjadi es batu, sehingga bertahan lebih lama di mulut pasien, dan lebih lama pula bersentuhan dengan membran mucous sehingga terbentuk lapisan," kata Van Keulen.

Hans van Goudoever, selaku kepala rumah sakit Emma, menambahkan penjelasan koleganya.

"Antibodi yang menempal di membran mucous itu akan menyerang partikel virus sebelum mereka masuk ke tubuh," katanya.

Prioritas

Cara ini memang terdengar ampuh, namun tak bisa diproduksi secara massal mengingat jumlah ibu yang baru melahirkan terbatas.

Pihak peneliti sendiri telah meminta ibu-ibu yang masih menyusui bayinya, untuk menyumbangkan ASI mereka sebanyal 100 mililiter.

Sejauh ini, sudah 5000-an perempuan di Belanda yang menyumbangkan ASI-nya.

"Es ASI ini nantinya diprioritaskan bagi lansia dan anak-anak," kata Van Goudoever.

Untuk perawatan Covid-19, ASI beku ini diberikan setiap hari selama 10 hari. Menurut Van Goudoever, diharapkan di hari ke-11 virus sudah tak berjangkit lagi di tempat perawatan itu.

Sedangkan Van Keulen menambahkan, meski metode ini terlihat janggal dan "memalukan", karena orang dewasa minum ASI, namun seharusnya yang dilihat adalah manfaatnya bagi kesehatan.

Pengalaman tahun 2003

Menurut Van Keulen, pada tahun 2003 semasa wabah SARS terjadi, ada seorang ibu hamil terpapar SARS. Setelah sembuh dia melahirkan bayi yang sehat.

Saat ASI-nya diteliti, ditemukan antibodi SARS di sana.

Karena virus SARS 1 adalah virus corona juga, maka Van Keulen optimistis cara ini akan berhasil.

Untuk pandemi saat ini, imbauan menyumbangkan ASI tidak hanya dikhususkan bagi ibu yang pernah terkena Covid-19.

Menurut Van Keulen, banyak orang terpapar virus corona 2 ini, tapi gejala Covid-19 tidak muncul dan sembuh sendiri. Para peneliti justru mengharapkan orang-orang itu menyumbangkan ASI mereka.

Penelitian ini juga masih berlanjut, karena para peneliti ini melihat lebih detail persentase antibodi di dalam ASI.

Mereka juga ingin melihat efektivitas metode ini untuk pencegahan, di saat gejala belum muncul.

Ikuti kami di
599 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved