WARTA KOTA -- Pembangunan jalur MRT fase 2A menjadi lebih rumit dari fase pertama, karena melewati kawasan cagar budaya di Jakarta.
Fase ini akan menghubungkan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia (HI) sampai Stasiun Kota, dengan jarak 5,8 kilometer.
Maka tidak mengherankan bila para pekerja kerap menemukan artefak dan ekofak saat menggali sampai kedalaman 36 meter dari permukaan tanah, untuk membuat terowongan.
Artefak yang ditemukan mulai dari pecahan keramik Tiongkok zama Dinasti Qing dan Belanda, serta uang koin dari masa Hindia Belanda.
Sedangkan temuan ekofak, atau sebutan untuk benda-benda dari makhluk hidup yang ditemukan di situs arkeologi, berupa tulang aneka hewan. Yang paling mencolok adalah tulang dari hewan keluarga Bovidae.
Beberapa temuan artefak dan ekofak itu saat ini dipajang di kantor sementara proyek MRT di Monas, Gambir, Jakarta Pusat.
Mayoritas temuan yang dipajang itu hasil penggalian terowongan MRT di kawasan Jalan MH Thamrin hingga Monas.
Sapi
Kata Bovidae memang terdengar eksotis. Itulah nama biologi untuk fauna berkuku belah dan memamah biak.
Untuk gampangnya, Bovidae adalah keluarga sapi. Di dalamnya termasuk pula bison, kerbau, rusa, kambing, domba, dan lain sebagainya.
Yang ditemukan di proyek MRT itu adalah bagian persendian dari tulang paha sapi.
Ditemukan pula gigi hewan yang juga berasal dari hewan keluarga Bovidae.
Fosil tulang bagian sendi dan gigi hewan itu ditemukan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, saat proyek pembangunan MRT tengah dikerjakan.
Hati-hati
Direktur Utama MRT Jakarta, William P Sabandar, memastikan pihaknya mengutamakan kehati-hatian dalam pembangunan proyek MRT fase 2A.
Hal itu lantaran banyak cagar budaya di sepanjang jalur ini, dari Bundaran HI hingga Kota Tua.
"Tim kita pada saat melakukan penggalian menemukan artefak cagar budaya, kemudian langsung dilaporkan ya. Kami ada komite, ada tim yang melihat artefak itu," kata William di proyek pembangunan MRT Stasiun Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (31/5/2021).
William mengatakan, tugas komite tersebut memetakan titik-titik yang kemungkinan terdapat artefak di sepanjang jalur pembangunan MRT.
Mereka juga akan berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Pusat untuk memproses situs-situs yang ditemukan.
Apabila situs atau artefak tersebut bisa dipajang kembali untuk publik, maka pihak MRT akan meminta izin dan berkoordinasi untuk memajang situs atau artefak di Stasiun MRT.
Misalnya saja seperti Tugu Jam Thamrin, yang rencananya akan dipasang kembali di Stasiun Thamrin.
"Kalau diizinkan ditaruh di visitor center ya taruh di sini. kalau memang punya nilai sejarah yang tinggi, tentu akan diserahkan kepada museum atau pihak yang terkait mengelola," tandasnya.
Halaman selanjutnya