Di balik kesibukannya memberikan pendidikan bermutu bagi anak-anak di Kota Tangerang, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Masyati Yulia, ternyata memiliki hobi yang bisa membuatnya bahagia.
Perempuan asal Lahat, Sumatera Selatan, ini rupanya mahir pula mengolah makanan. Makanya dia betah berlama-lama di dapur.
Kepada Warta Kota, Masyati mengungkapkan dengan blak-blakan kehidupan pribadinya.
"Saya hobi masak, enjoy saja rasanya," ujar Masyati saat berbincang santai dengan Warta Kota di ruang kerjanya, Lantai 3 Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, Selasa (2/6/2020).
Bahkan Masyati mengakui bahwa masak adalah hiburannya setelah seharian berkutat dengan pekerjaan kantor, dan menjadi penyeimbang kehidupan seorang Masyati Yulia.
Terlebih jika makanan hasil karyanya itu dilahap habis oleh keluarga dan para kerabat, Masyati semakin menikmati hidupnya.
Pempek dan pindang
Kalau sudah di dapur, mengutak-atik resep baru, Masyati mengaku merasakan sebuah keasyikan yang luar biasa, sehingga tak jarang membuatnya lupa waktu.
"Saya suka baca buku resep-resep makanan, kemudian saya coba di dapur. Selama mengerjakan itu rasanya menyenangkan sekali," ucapnya.
Karena mengerjakannya dengan senang, dan tentu dengan rasa cinta, maka tak mengherankan jika masakan karya Masyati rasanya lezat.
Buktinya, penganan masakan Masyati banyak mendapat pujian dari orang-orang yang mencicipinya.
"Saya juga sering membawa masakan ke kantor. Banyak teman-teman di kantor suka, dDan kita makan bersama-sama," kata Masyati.
Ada sejumlah penganan yang kerap dibuat Masyati, karena menjadi favorit keluarga beserta rekan-rekan kerjanya.
"Paling senang bikin pempek sama kuah ikan pindang," katanya mengungkapkan.
Untuk informasi, pempek dan pindang adalah penganan khas Sumatera Selatan, dan setiap daerah di provinsi tersebut memiliki ciri khas masing-masing di dua penganan itu.
Semenjak gadis
Keahlian memasak Masyati itu adalah perpaduan bakat dan belajar sejak kecil.
Lahir dan tumbuh besar di keluarga tokoh agama di Lahat, Masyati sering membantu ibunya memasak untuk para tamu.
"Saya sekolah di SDN 1 Lahat, SMPN 1 Lahat dan SMAN 1 Lahat," tutur Masyati.
Ibunya pun tak segan menurunkan ilmu memasakan kepada anak gadisnya, terutama penganan berbahan baku ikan.
Dari pengalaman bantu-bantu ibu itu dia belajar memasak penganan khas daerah asalnya, dan menjadi mahir.
Dari kedua orangtuanya, Masyati juga belajar soal disiplin dan mandiri.
Pelajaran yang diperolehnya sejak kecil itu terbukti berguna di saat Masyati merantau ke Bandung, untuk melanjutkan sekolah ke Universitas Islam Nusantara (Uninus).
"Saya kuliah merantau, jadinya ya masak sendiri karena kos di Bandung," katanya.
Terlambat
Sebenarnya, saat kecil dulu Masyati bercita-cita menjadi dokter, kemudian setelah remaja berubah menjadi guru.
Karena itu dia ingin melanjutkan kuliah di Institut Perguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung.
Sayangnya, harapannya itu kandas karena sebuah situasi yang tak terhindarkan.
"Saya telat datang ujian, jadinya tidak diterima di IKIP," kata Masyati mengenang.
Sudah pasti dia kecewa, namun Masyati segera berpikir cepat bahwa dia harus tetap melanjutkan hidup. Maka dia mendaftar ke perguruan tinggi lainnya di Bandung.
"Saya jadinya masuk Uninus (Universitas Islam Nusantara) Bandung," katanya.
Di sana dia memilih Fakultas Hukum, dan ternyata pilihannya itu membantu karakter dirinya berkembang.
Dari lidah turun ke hati
Dan di Kota Kembang ini Masyati mulai mengenal cinta. Dirinya pelan-pelan dekat dengan seorang pria yang menjadi pujaan hatinya.
Pria itu bernama Abdullah, seorang bujang Palembang yang merantau ke Kota Bandung.
"Saya kenal dia di Uninus. Dia kuliah di situ juga," kata Masyati sambil senyum-senyum.
"Dia itu sama seperti saya berasal dari Pelembang, tapi saya kenalnya di Bandung. Kita awalnya berteman, lalu ke sini-sininya mulai dekat dan akhirnya pacaran, bahkan sampai menikah," ujar Masyati.
Mau tahu apa yang membuat Abdullah terpesona dengan Masyati? Selain kepribadiannya yang baik, otaknya yang encer, serta religius, Masyati piawai memasak.
Apalagi penganan andalan Masyati adalah masakan Sumatera Selatan, serasa pulang kampung saja yang dirasakan bujang di rantau ini. Maka dari lidah turun ke hati tak terhindarkan.
"Kata dia saya jago masak. Memang sering saya masakin dia. Ya ke sini-sininya jadian," kata Masyati sambil tertawa.
Tinggal terpisah
Lulus dari Uninus, Masyati berniat berkarier di bidang hukum dengan menjadi pengacara. Namun rencananya ini ditentang oleh orangtuanya.
Ayah dan ibunya meminta putrinya itu berpikir matang-matang.
Saat perempuan kelahiran Juli 1961 ini memikirkan permintaan ayah dan ibunya, rupanya pada tahun 1986 itu sedang terbuka lowongan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Provinsi Jawa Barat. Masyati pun coba-coba mendaftar.
"Iseng-iseng daftar PNS, eh diterima. Jadinya saya enggak jadi pengacara," kata Masyati.
Setali tiga uang, nasib baik dialami oleh Abdullah yang juga diterima menjadi PNS di Provinsi Jawa Barat.
Hanya saja, sepasang kekasih ini mendapat tempat penugasan yang berbeda, sehingga terpisah oleh jarak.
Masyati ditempatkan berdinas di Garut, sedangkan Abdullah di Sukabumi.
"Setelah menjadi PNS kami memutuskan menikah," katanya.
Namun sebagai pengantin baru Masyati harus siap ditinggalkan Abdullah yang berdinas di kota lain.
Setiap akhir pekan Abdullah pun harus pulang pergi dari Sukabumi ke Leles, Garut, tempat tinggal mereka.
Kota Tangerang
Seiring berjalannya waktu, keduanya mengajukan permohonan tempat dinas sama. Gayung pun bersambut.
Ketika itu, tahun 1994, Kabupaten Tangerang sedang mengalami pemekaran wilayah, dan lahirlah daerah administrasi baru yang bernama Kota Tangerang.
"Tahun 1994 akhirnya kami pindah ke Tangerang. Saya dan suami jadinya sama-sama dinas di Tangerang," ungkap Masyati.
Mereka membangun rumah di depan Gedung Cisadane, Karawaci, Kota Tangerang.
Di sana keduanya bisa menjalani kehidupan rumahtangga secara normal, dan kemudian dikaruniai tiga buah hati.
"Anak saya 3, namanya Gilang Wibowo, Ari Prabowo, dan Linggar Risang. Cita-cita masa kecil saya jadi dokter memang tidak kesampaian, tapi sekarang akhirnya anak yang jadi dokter, lulus dari Unpad (Universitas Padjadjaran) Bandung," kata Masyati.
Meraih peluang
Di Pemerintahan Kota Tangerang, Masyati merintis kariernya di Dinas Kepegawaian.
"Dari Kepegawaian saya pindah ke Sospol, Bappeda hingga pembantu Wali Kota selama 2 tahun," ucap Masyati.
Karirnya semakin moncer, dan Masyati mendapat promosi jabatan menjadi Sekretaris Dispenda.
"Selanjutnya menjadi Sekretaris Tata Kota dan Sekretaris Pendidikan," ujarnya.
"Saat menjabat sebagai Sekretaris Pendidikan, saya melanjutkan kuliah jenjang S2. Saya kuliah di LAN (Lembaga Adminitrasi Negara)," sambungnya.
Titel master membuatnya bisa mengikut sejumlah lelang jabatan, dan Masyati tak menyuia-nyiakan peluang yang datang.
"Saya jadi Sekdis Bappeda, Staf Ahli, Kadis Kominfo, Kadis Sosiao dan sekarang jadi Kadis Pendidikan," tutur Masyati.
Empati
Meski pun kariernya terlihat mulus-mulus saja, Masyati mengaku dia juga mengalami suka dan duka dalam bekerja.
Salah satunya ketika dia diangkat menjadi Kepala Dinas Sosial. Pada saat itu, dinas tersebut tak diminati dan kerap dianggap buangan
"Banyak yang beranggapan kalau Dinas Sosial itu katanya buangan. Tapi saya coba buktikan soal itu dengan sejumlah kerja nyata," katanya.
"Dari Dinsos ini saya malah jadi lebih mengerti untuk menghargai dan mensyukuri hidup. Perasaan saya semakin peka, dan empati tumbuh terhadap banyaknya orang-orang di jalanan. Hati saya trenyuh melihat nenek-nenek di jalanan, makanya saya tolong," tambahnya.
Untuk membantu masyarakat jalanan ini, Masyati berinovasi membuat program kerja baru.
"Maka terciptalah program Rumah Singgah untuk menampung mereka yang di jalan," kaya Masyati.
Atur waktu
Sebagai pejabat karier, Masyati tak melupakan perannya sebagai ibu rumahtangga. Maka dia berusaha mengatur waktu di sela-sela kesibukan bekerja.
"Saya jam 3 pagi sudah bangun, kemudian tahajud, setelah itu masak. Subuh-subuh suami saya sudah minta makan dan dimasaki," ujar Masyati.
Saat ini sang suami sudah pensiun, sehingga Masyati paham bahwa pria yang dicintainya juga membutuhkan perhatian yang berbeda dari sebelumnya.
Setelah membereskan pekerjaan rumahtangga, Masyati bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Dia berangkat pukul 07.00 ke Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang.
"Saya itu pulang kerja Maghrib. Prinsip saya, pekerjaan itu harus beres dulu di kantor. Jangan dibawa-bawa ke rumah, biar di rumah fokus sama sekeluarga," kata Masyati. (Andika Panduwinata)
Biodata
Nama : Masyati Yulia
Lahir : Lahat, 27 Juli 1961
Karier :
- Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 1986
- Pembantu Wali Kota di Garut
Tahun 1994 pindah di Pemkot Tangerang
- Staf di Dinas Kepegawaian
- Staf di Bappeda
- Kasubag Umum
- Pembantu Wali Kota
- Sekretaris Dispenda
- Sekretaris Tata Kota
- Plt Kepala Dinas Tata Kota
- Kabid Kepegawaian
- Inspektorat
- Sekdis Pendidikan
- Sekdis Bappeda
- Staf Ahli Wali Kota
- Kadis Kominfo
- Kadis Sosial
- Kadis Pendidikan
Pendidikan:
- SDN 1 Lahat
- SMPN 1 Lahat
- SMAN 1 Lahat
- Uninus (S1)
- Lembaga Adminitrasi Negara (S2)
Prestasi:
- Pencetus Rumah Singgah untuk PMKS di Dinas Sosial
- Inovasi teknologi dalam kegiatan belajar mengajar di Dinas Pendidikan
Moto Hidup:
Selalu menikmati pekerjaan
Halaman selanjutnya