Wisata Kota Toea: Protokol Kesehatan Baru di Batavia Gara-gara Epidemi Tipus
Epidemi tipus yang terjadi di Batavia sekitar 100 tahun yang lalu, juga menghasilkan protokol kesehatan baru pada masa itu.
Di daerah Petojo, Krukut, Glodok, dan Meester Cornelis ditempatkan seorang dokter untuk melayani penduduk yang kurang berada dan miskin. Sebagian besar konsultasi kesehatan itu bebas biaya.
Selain poliklinik, juga ada beberapa rumah sakit besar. Rumah Sakit Umum Pemerintah (kini Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) melayani pasien kurang berada, dan berhubungan erat dengan
Sekolah Tinggi Kedokteran.
Ada dua rumah sakit swasta yang besar, Rumah Sakit Cikini dan Rumah Sakit Katolik St Carolus, yang melayani pasien yang tidak memerlukan pengobatan gratis.
Ada pula Rumah Sakit Militer, Rumah Sakit KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij), Rumah Sakit Cina milik Persatuan Jang Seng Ie, Rumah Sakit Bersalin Boedi Kemoeliaan, dan Klinik Wanita Palang Doewa.
Pada tahun 1937 terdapat sekitar 100 orang dokter, 30 orang spesialis, dan 20 orang dokter
gigi lulusan universitas di Eropa, sehingga tidak masuk akal bahwa seseorang khawatir
tidak akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik di Batavia.
Tingkat kematian turun
Pada tahun 1926, jumlah penduduk Batavia tercatat sebanyak 568.880 jiwa. Kemudian pada
tahun 1936, jumlah penduduk bertambah menjadi sebanyak 813.800 jiwa (yang terdiri dari orang Eropa, orang Pribumi, Arab dan Cina).
Berkat pelayanan kesehatan yang cukup baik, tingkat kematian pun menurun dari 18.020 orang (3.17 persen) pada tahun 1926, menjadi 22.200 orang (2.73 persen) pada tahun 1936. Hebat. (Frieda Amran)
Artikel ini pernah dimuat di Harian Warta Kota dengan judul "Bersih Pangkal Sehat: Batavia, 1937".
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!