Hari Kusta Sedunia
Hari Kusta Sedunia diperingati setia hari Minggu terakhir di bulan Januari. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan masyarakat.
WARTA KOTA WIKI -- Hari Minggu (31/1/2021) ini merupakan Hari Kusta Sedunia atau World Leprosy Day.
Sebagaimana dilansir Instagram Dinas Kesehatan DKI Jakarta @dinkesdki, peringatan ini selalu dilakukan pada hari Minggu terakhir di bulan Januari.
Karena itu, pada tahun 2021 ini Hari Kusta Sedunia diperingati pada Minggu, 31 Januari 2021.
Pemilihan hari Minggu terakhir di bulan Januari itu terjadi pada tahun 1953, oleh seorang filantrofi asal Prancis, Raoul Follereau.
Pria yang lahir pada 17 Agustus 1903 ini pertama kali mengetahui penyakit lepra pada medio era 1930-an.
Tujuan
Tujuan diperingatinya Hari Kusta Sedunia adalah agar meningkatkan pemahaman masyarakat akan penyakit ini, sehingga lebih waspada.
Pasalnya kusta berdampak sosial dan ekonomi kepada penderitanya. Karena itulah tema Hari Kusta Sedunia 2021 ialah "Beat Leprosy, End Stigma and advocate for Mental Wellbeing".
Sementara di Indonesia temanya adalah "Temukan kasusnya, periksa kontaknya, dan obati sampai tuntas untuk mencapai eliminasi Kusta 2024!"
Apa itu kusta?
Kusta, atau juga dikenal sebagai lepra, adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, hingga saluran napas.
Biasanya ditandai melemahnya atau mati rasa pada tungkai tangan, kaki, dan diikuti lesi di kulit.
Hingga saat ini Indonesia belum mendapat status eliminasi kusta. Padahal kusta adalah penyakit yang sudah lama menyebar di Indonesia, sejak tahun 1873.
Sepanjang 2020 ditemukan 9.000 kasus kusta, sehingga total kasus kusta aktif di Indonesia tercatat 16.704 kasus, yang harus mendapat penanganan dan pengobatan.
Padahal Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan eliminasi kysta pada tahun 2024.
Untuk diketahui, kusta bisa menular ke orang lain melalui percikan ludah atau dahak yang keluar (droplet) saat batuk atau bersin, yang mengandung bakteri Mycobacterium leprae.
Kasus kusta di anak
Sementara siaran pers Kementerian Kesehatan menyebutkan fakta yang cukup menyedihkan, yakni prevalensi kasus baru kusta pada anak cenderung masih tinggi.
Hal itu diutarakan Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dr dr Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan per tanggal 13 Januari 2021, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 persen.
Padahal Pemerintah telah menetapkan target di bawah 5 persen.
"Kasus pada anak harus menjadi perhatian karena mereka akan bersekolah, risiko penularan kepada teman-teman di sekolah dan dampak sosial yang ada. Ini harus menjadi perhatian bagaimana kita mengatasinya," kata dr Maxi dalam temu media Hari Kusta Sedunia Tahun 2021 yang digelar secara virtual pada Jumat (29/1).
Cara penularan dan gejala awal
Sementara menurut dr Zunarsih SpKK, Sekretaris Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia (KSMHI) Perdoski, menjelaskan kusta menular melalui saluran pernafasan.
Gejala awal kusta ditandai dengan timbulnya bercak merah atau putih di kulit. Apabila tidak diobati, penyakit kusta berpotensi menimbulkan kecacatan yang seringkali menyebabkan diskriminasi, baik kepada penderita maupun keluarganya.
"Kalau mereka tidak segera ditemukan dan diobati, mereka akan mendapat stigma dan diskriminasi seumur hidup. Kalau kondisi tangannya sudah putus-putus, sudah kiting, bgaimana dia bisa sekolah dengan baik? Saat dewasa bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik?" kara dr Zunarsih.
Penemuan sedini mungkin
Sebagai langkah penanganan, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr Siti Nadia Tarmizi MEpid, mengatakan bahwa Kemenkes menerjunkan kader ke puskesmas untuk melakukan penemuan kasus sedini mungkin, sehingga bisa segera diobati.
Skrining dilakukan di rumah, sekolah maupun lingkungan sekitar.
"Kami biasanya melakukan pemeriksaan di anak sekolah. Ini terintegrasi dengan program UKS. Jika kita temukan anak positif kusta, kita bisa lakukan pemeriksaan kontak, khususnya keluarganya atau gurunya di sekolah,'' ujar dr Nadia.
Selanjutnya dilakukan pengobatan kepada penderita. Pada kusta tipe basah harus minum obat selama 12 bulan. Sedangkan pasien kusta tipe kering harus minum obat selama 6 bulan.
Untuk itu, kepatuhan penderita mengonsumsi obat adalah kunci menyembuhkan kusta.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga aktif melakukan promosi kesehatan, untuk meningkatkan pemahaman bahwa adanya bercak putih maupun merah bukanlah bercak biasa. Bercak itu membutuhkan penanganan lebih lanjut di fasyankes.
Keseriusan pemerintah dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan (P2) Kusta juga terlihat dari masuknya program P2 Kusta sebagai Program Prioritas Nasional (Pro-PN), dan pemberian dukungan dana yang memadai bagi pelaksanaan program baik di pusat dan di daerah.
Melalui dukungan dana tersebut, daerah-daerah telah melakukan akselerasi upaya melalui berbagai kegiatan advokasi, sosialisasi, pelatihan, upaya deteksi dini, dan penemuan aktif demi tercapainya target Eliminasi Kusta tingkat Kabupaten/Kota tahun 2024. (*)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!