Gatot S Dewa Broto: Nyaris Urung jadi PNS dan Upaya Bertahan dari Godaan Korupsi
Gatot Dewa Broto adalah Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, yang berpengalaman luas di bidang telekomunikasi dan informatika.
Penulis: Abdul Majid | Editor: AC Pinkan Ulaan
WARTA KOTA WIKI -- Gatot Sulistiantoro Dewa Broto adalah Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) sejak tahun 2017.
Namun nama dan wajahnya sudah akrab di benak masyarakat sejak tahun 1999, sebagai jurubicara di Departemen Perhubungan.
Pria kelahiran Yogyakarta pada 21 Oktober 1961 ini merupakan alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Dengan skripsi berjudul Perspektif Politik Gerakan Nonblok, Gatot berhak menyandang gelar doktorandus (Drs) dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada pada tahun 1987.
Setelah menyelesaikan jenjang S1, Gatot mendapat beasiswa sekolah di Jerman.
Pendidikan luar negeri pertamanya, yang merupakan pendidikan nongelar, dilakoni selama 17 bulan pada tahun 1990, di Universitas Carl Duisberg Gesellschaft, Bremen, Jerman.
Enam tahun berselang, dia memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA), usai menyelesaikan pendidikan di Central Queensland University, Australia.
Pengalaman sekolah di luar negeri membuat Gatot fasih berbahasa Inggris, Jerman, dan Prancis.
Masa kecil
Sejak Gatot masih kecil, dia sudah fokus ke dunia pendidikan. Hal itu, katanya, tak lepas dari peran kedua orangtua.
Dia tumbuh besar di lingkungan keraton, di mana di sekitar tempat tinggalnya banyak mahasiswa perantau yang kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Rata-rata mahasiswa tadi sering mendapat pekerjaan yang layak usai menyelesaikan pendidikan.
Melihat itu, orangtua Gatot termotivasi dan ingin anak-anaknya sukses. Gatot mengamini yang diinginkan orangtuanya, dengan memburu pendidikan setinggi mungkin.
Selain fokus di akademis, Gatot pun aktif berorganisasi. Dia pernah menjadi Ketua OSIS SMP 2 Yogyakarta.
Sayangnya, kesibukan di organisasi membuat nilai-nilainya turun, dan Gatot remaja langsung mendapat protes dari orangtuanya.
Begitu masuk ke SMA 2 Sleman, Gatot mengurangi sedikit partisipasinya di luar jam pelajaran. Alhasil dia lolos masuk UGM.
Awal karier
Gatot mengawali kariernya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada pertengahan tahun 1989, di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pos dan Telekomunikasi, Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.
Namun ketika itu dia sempat bimbang, antara mengambil status PNS atau tetap berprofesi sebagai penulis.
Setahun setelah lulus dari UGM, Gatot aktif sebagai penulis lepas yang berkaitan dengan topik hubungan internasional, di Harian Kedaulatan Rakyat (KR), Yogyakarta.
Tulisannya dinilai bagus dan banyak ditunggu pembaca. Karena itu Gatot kian semangat menulis.
Ketika itu dia tak cuma mengirim ke KR, tetapi juga ke media-media di Jakarta, Bandung, dan Semarang.
Jerih payahnya menghasilkan "gaji" cukup besar dari media-media tersebut. Hal inilah yang membuatnya diliputi kebimbangan.
Pasalnya, hasil bayaran menulis saat itu ternyata jauh lebih besar ketimbang gaji PNS.
Namun, Gatot akhirnya mengikuti kata hati, yang juga keinginan ibundanya, yakni mengabdi untuk negara.
Selain diterima banyak media, karya-karya tulis Gatot membuatnya diganjar "bonus istimewa".
Dia satu-satunya mahasiswa UGM yang mendapatkan penghargaan di bidang komunikasi lewat karya tulis.
Pemberi penghargaan itu bukan dari jurusan komunikasi, melainkan jurusan Hubungan Internasional (HI).
Penghargaan itu diberikan mantan rektor UGM, almarhum Koesnadi Hardjasoemantri.
Setelah menetapkan pilihan, Gatot total mengabdikan diri untuk negara. Sejumlah jabatan penting pernah diembannya.
Di awal reformasi, ketika Ditjen Postel bergabung dengan Departemen Perhubungan. Gatot, bersama seluruh jajaran Ditjen Postel, merapat ke Departemen Perhubungan.
Demikian pula pada awal tahun 2005, saat terjadi perombakan sejumlah departemen, Gatot bersama seluruh pejabat dan staf Ditjen Postel turut bergabung ke Departemen Komunikasi dan Informatika.
Pada Maret 2014, dia dipromosikan sebagai Deputi 5 Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora.
Kemudian pada Februari 2016, dia pindah sebagai Deputi 4 Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, dan setahun kemudian, hingga saat ini, dipercaya sebagai Sesmenpora.
Kehidupan pribadi
Untuk sampai ke posisinya sekarang, Gatot menyatakan banyak proses yang dilalui.
Satu di antaranya adalah mengurus anak semata wayangnya, yang sempat lumpuh saat berkuliah di Australia.
Sembari belajar, dia memberikan perhatian kepada anaknya. Alhamdulillah, sang anak sehat dan kini menjadi staf PT Amazon Indonesia.
Tapi ujian hidup kembali menghampiri. Dia harus berpisah dengan sang istri, yang kala itu juga sibuk dengan pendidikan dan pekerjaannya.
Meski begitu, Gatot tak pernah menyesali apapun yang terjadi dalam hidupnya.
Gatot justru menilai perjalanan hidup inilah yang membentuk karakternya. Dia mengaku siap pasang badan saat menghadapi masalah.
Namun dia menolak dianalogikan sebagai jagoan. Dia yakin Allah SWT senantiasa menyertai langkahnya.
Pegiat antikorupsi
Sebagai Sesmenpora, Gatot mengaku paham betul dengan kinerja Kemenpora. Bahkan sampai ke celah-celah yang bisa menimbulkan penyelewengan anggaran.
Dia pun mewanti-wanti setiap pejabat atau staf Kemenpora, agar berhati-hati menggunakan anggaran negara.
Bahkan dia pernah menyatakan banyak "ranjau" di deputi IV, yang dulu pernah dia pimpin.
Seperti diketahui, eks Deputi IV Kemenpora, Mulyana telah divonis 4 tahun 6 bulan penjara, atas tindakannya menerima sejumlah uang dan mobil untuk membantu percepatan proses persetujuan dan pencairan dana hibah dari Kemenpora, yang akan diberikan kepada KONI.
Kasus tersebut pun turut menjerat Imam Nahrawi, sebagai Menpora kala itu. Imam Nahrawi divonis tujuh tahun penjara.
Dalam kasus ini, Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar, dari mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI, Johnny E Awuy.
Seperti diketahui, Menpora terjerat korupsi bukan cuma terjadi pada era Imam Nahrawi. Menpora sebelumnya, Andi Alfian Mallarangeng juga terjerat kasus serupa.
Andi divonis empat tahun penjara pada 2014 silam, karena terbukti korupsi dalam proyek pembangunan lanjutan pusat pendidikan dan sekolah olahraga nasional Hambalang.
Melihat dua Menpora sebelumnya terjerat korupsi, Gatot kini berupaya untuk mengembalikan citra Kemenpora.
Dia membantu Menpora Zainudin Amali, agar terhindar dari praktik-praktik terlarang itu.
Seperti diketahui di bawah pimpinan Zainudin Amali, Kemenpora baru saja mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.
Penghargaan itu terakhir kali didapatkan Kemenpora pada 10 tahun lalu.
Lebih lanjut Gatot juga mengungkapkan menduduki jabatan strategis membuat dirinya tak terhindari bersinggungan dengan kesempatan-kesempatan terlarang tersebut.
"Ya prinsip sejak awal itu, saya terbiasa kerja secara profesional. Masalah gaji atau bonus setiap orang kan relatif menilai kurang atau lebih. Itu sangat berbeda satu sama lain," ujar Gatot saat ditanya caranya menghindari godaan korupsi.
"Tapi kalau saya, saya nikmati, saya syukuri apa yang saya miliki. Dan kalau meminjam istilah film, ya kalau kita tidak ingin terbakar ya jangan bermain api. Tahu kalau itu ada potensi kebakaran, ya kita jangan kita ikut-ikutan," tandasnya.
Biodata:
Nama lengkap: Gatot Sulistiantoro Dewa Broto
Tempat tanggal lahir: Yogyakarta, 31 Oktober 1961
Agama: Islam
Tinggi/berat: 172 cm/72 kg
Pangkat dan golongan: Pembina Utama/IV e
Hobi: Berenang dan membaca
Pendidikan:
- SDN Keputran 1 (tahun lulus 1974)
- SMPN 2 (1977)
- SMAN 2 (1981)
- UGM (tahun lulus 1987)
- Central Queensland University (tahun lulus 1996)
Penghargaan (di antaranya):
- Mahasiswa Berprestasi Bidang Komunikasi dalam Rangka Dies natalis UGM (1986)
- Juru Bicara Pemerintah Terbaik versi Majalah SWA (2009)
- Salah Satu Juru Bicara Favorit versi Radio Elshinta FM (2010)
- Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi terbaik (2011)
- Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2012)
- Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2014).
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!